Sabtu 19 Feb 2022 18:15 WIB

Asosiasi Pekerja Minta Menaker Ida Gunakan Hati Nurani dan Cabut Aturan Baru JHT

Aspek mencatat 20 hingga 30 ribu anggotanya jadi korban PHK selama pandemi.

Rep: Febryan A/ Red: Agus raharjo
Sejumlah buruh mengenakan topeng Menteri Tenaga Kerja Ida Fauziah saat berunjuk rasa di depan Kantor Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), Jakarta, Rabu (16/2/2022). Pengunjuk rasa yang tergabung dari sejumlah organisasi buruh tersebut, menuntut pencabutan Permenaker No 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua (JHT) dan pengunduran diri Ida Fauziah sebagai Menaker.
Foto: Antara/Aditya Pradana Putra
Sejumlah buruh mengenakan topeng Menteri Tenaga Kerja Ida Fauziah saat berunjuk rasa di depan Kantor Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), Jakarta, Rabu (16/2/2022). Pengunjuk rasa yang tergabung dari sejumlah organisasi buruh tersebut, menuntut pencabutan Permenaker No 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua (JHT) dan pengunduran diri Ida Fauziah sebagai Menaker.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden DPP Asosiasi Serikat Pekerja (Aspek) Indonesia Mirah Sumirah mendesak Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziah mencabut Permenaker soal penundaan pencairan dana Jaminan Hari Tua (JHT) hingga pekerja berusia 56 tahun. Dia meminta Ida menggunakan hati nurani dalam melihat kehadiran aturan tersebut dengan kondisi hidup pekerja di tengah pandemi Covid-19.

"Kami tetap bersikukuh pada pernyataan kami, pertama agar Menaker mencabut Permenaker Nomor 2 tahun 2022 itu," kata Mirah dalam diskusi daring yang digelar MNC Trijaya, Sabtu (19/2/2022).

Baca Juga

Mirah menjelaskan, kondisi buruh atau pekerja saat ini sedang tidak baik-baik saja. Pemutusan hubungan kerja (PHK) masal terjadi di mana-mana akibat pandemi Covid-19. Pekerja anggota Aspek Indonesia saja, kata dia, ada sekitar 20-30 ribu orang yang jadi korban PHK dalam dua tahun terakhir ini.

Karena itu, lanjut dia, para pekerja korban PHK itu berharap betul bisa segera mencairkan dana JHT-nya untuk menyambung hidup. Ida menegaskan, tak mungkin pekerja menunggu hingga usia 56 tahun untuk mencairkan dana tersebut.

"Kecuali negara mau hadir (dengan cara) bayarin listrik mereka, bayar SPP anak mereka, dan bayarin makan mereka setiap hari. Tapi kan jaminan itu tidak ada. Makanya, satu-satunya jalan adalah mengambil dana JHT," ujar Mirah.

Dalam kondisi pekerja seperti itu, Mirah meminta tolong agar semua pihak, terutama Menaker Ida, menggunakan hati nuraninya untuk melihat aturan baru tersebut. Jangan hanya menggunakan perspektif hukum alias menggunakan kacamata kuda melihat persoalan ini.

"Kami membutuhkan hati yang punya empati, hati yang punya nurani (untuk) merasakan nuansa pekerja buruh saat ini yang sedang tidak baik-baik saja," kata Mirah lagi.

Pro dan kontra terkait JHT mencuat pada 2 Februari 2022 ketika Ida Fauziyah meneken Permenaker 2/2022. Aturan yang mulai berlaku 4 Mei 2022 itu menyatakan bahwa manfaat JHT akan dibayarkan ketika pekerja mencapai usia 56 tahun, termasuk pekerja korban PHK dan mengundurkan diri.

Sedangkan dalam aturan lama, Permenaker 19/2015, dinyatakan bahwa dana JHT bisa dicairkan secara tunai setelah pekerja melewati masa tunggu 1 bulan terhitung sejak tanggal surat keterangan pengunduran diri dari perusahaan terkait.

Akibat aturan baru itu, pekerja ramai-ramai menolak aturan baru itu. Sejumlah serikat buruh bahkan menggelar aksi demonstrasi di kantor Ida. Tapi, hingga kini, Ida mengaku akan tetap menjalankan peraturan tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement