REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi VIII DPR akan mengkaji kenaikan biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH) dengan memanggil sejumlah pihak yang berkaitan. Beberapa di antaranya seperti pihak penerbangan, pihak pemondokan, hingga Kementerian Kesehatan (Kemenkes).
"Ini untuk mempelajari apakah sudah pas besaran biaya haji. Tentu kami akan kaji, kami akan rapatkan, kami akan panggil, akan undang beberapa pihak yang terkait," ujar Wakil Ketua Komisi VIII Ace Hasan Syadzily saat dihubungi, Jumat (18/2/2022).
Berdasarkan rapat kerja dengan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas beberapa hari lalu, kenaikan biaya haji disebabkan oleh pandemi Covid-19. Pasalnya, ada sejumlah fasilitas demi melindungi kesehatan dan keselamatan calon jamaah haji.
"Tentu berbagai pembiayaan kesehatan dalam rangka pencegahan Covid-19 harus dianggarkan seperti PCR, karantina, masker, dan lain-lain," ujar Ace.
Setelah mengkaji dan mendengar pendapat sejumlah pihak, barulah panitia kerja (Panja) BPIH dari Komisi VIII akan memutuskan biaya haji untuk 1443 H/2022 M. Usulan kenaikan menjadi Rp 45 juta juga dinilainya dapat mengalami perubahan nantinya.
"Kami akan bahas secara seksama agar besaran biaya haji ini dapat ditetapkan seefisien mungkin. Dengan mempertimbangkan penyesuaian harga yang berlaku saat ini, baik di Arab Saudi maupun dalam negeri kita," ujar politikus Partai Golkar itu.
Sebelumnya, Kementerian Agama (Kemenag) menyampaikan usulan biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH) 1443 H/2022 M senilai Rp 45 juta per jamaah. Hal tersebut disampaikan dalam rapat kerja (raker) bersama Komisi VIII DPR, Rabu (16/2/2022).
Pertimbangan dari usulan itu adalah penyeimbang besaran beban jamaah dengan keberlangsungan ibadah haji di tahun berikutnya. Keseimbangan tersebut diperlukan untuk meringankan jamaah dengan biaya yang harus dibayar.
Usulan yang disampaikan oleh Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas itu diketahui mengalami peningkatan dari tahun-tahun sebelumnya, Pada 2019 lalu, biaya haji per jamaah senilai Rp 30,8 hingga Rp 39,2 juta, sementara pada 2020 usulan yang disampaikan berkisar antara Rp 31,4 hingga 38,3 juta.
Selanjutnya, komponen yang dibebankan dari dana pembiayaan tidak langsung disebut senilai Rp 8.994.750.278.321,83 atau Rp 8,9 triliun. Hal itu diambil dari nilai manfaat (optimalisasi), dana efisiensi haji dan sumber lain yang sah.
Baca:
Lowongan Masinis Perempuan Kereta Api Arab Saudi Diserbu 28 Ribu Pelamar
DPR Berharap Besar kepada Anggota KPU-Bawaslu untuk Pemilu 2024
Minyak Goreng Curah Murah Sulit Ditemui di Surabaya