Kamis 17 Feb 2022 13:45 WIB

Buruh DIY Desak Permenaker 2/2022 Dicabut

MPBI DIY menolak tegas seluruh isi Permenaker 2/2022 tentang JHT tersebut.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Fernan Rahadi
Sejumlah buruh berunjuk rasa di depan Kantor Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), Jakarta, Rabu (16/2/2022). Pengunjuk rasa yang tergabung dari sejumlah organisasi buruh tersebut, menuntut pencabutan Permenaker No 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua (JHT) dan pengunduran diri Ida Fauziah sebagai Menaker.
Foto: ANTARA/Aditya Pradana Putra
Sejumlah buruh berunjuk rasa di depan Kantor Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), Jakarta, Rabu (16/2/2022). Pengunjuk rasa yang tergabung dari sejumlah organisasi buruh tersebut, menuntut pencabutan Permenaker No 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua (JHT) dan pengunduran diri Ida Fauziah sebagai Menaker.

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Majelis Pekerja Buruh Indonesia (MPBI) DIY melakukan audiensi dengan Disnakertrans DIY dan BPJS Ketenagakerjaan DIY. Kedatangan mereka menyampaikan penolakan terhadap Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 tentang Jaminan Hari Tua.

MPBI DIY menyebut Permenaker 2/2022 itu sebagai Permenaker Jahat yang merupakan singkatan Jaminan Hari Tua. Perwakilan MPBI DIY, Irsad Ade Irawan mengatakan, MPBI DIY menolak tegas seluruh isi Permenaker 2/2022 tentang JHT tersebut.

Ia mengingatkan, Jaminan Hari Tua (JHT) merupakan hak mutlak dari pekerja/buruh karena memang dikumpulkan dari upah pekerja/buruh itu sendiri. Karenanya, Irsad menegaskan, pemerintah sama sekali tidak memiliki hak menahan dana tersebut.

Jika pemerintah ingin melakukan itu, maka pemerintah membuat skema perlindungan tersendiri. Lewat dana dari pemerintah melalui skema bansos dengan persyaratan-persyaratan tertentu, sepanjang tidak diskriminatif dan tetap menjunjung HAM.

"Dalih pemerintah kalau pekerja/buruh yang kehilangan pekerjaan akan terlindungi dengan Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) hanyalah omong kosong belaka," kata Irsad, Kamis (17/2).

Sebab, JKP cuma berlaku bagi pekerja/buruh yang terkena PHK. Padahal, pemerintah memperluas sistem kontrak dan outsourcing, pekerja/buruh yang habis kontrak, mengundurkan diri atau dipaksa mengundurkan diri dan pensiun dini tidak mendapat JKP.

Selama ini, ia menuturkan, JHT telah diandalkan pekerja/buruh jika kehilangan pekerjaan, terutama pada masa pandemi Covid-19 yang belum usai. Dana dipakai menopang hidup keluarga dengan membuka lapangan usaha dan kegiatan produktif.

Maka itu, Irsad menekankan, Permenaker 2/2022 ini dengan jelas akan mengancam kehidupan keluarga buruh di tengah pandemi Covid-19 yang tidak kunjung selesai. Artinya, belum melepas kerentanan akan terjadinya PHK maupun pemutusan kontrak.

"Dengan demikian, tidak ada lagi yang dapat disimpulkan kalau Permenaker 2/2022 Jahat merupakan suatu logical fallacy dan pemerintah tampak seperti tidak pernah puas merugikan pekerja/buruh dan berpihak kepada pengusaha," ujar Irsad.

MPBI DIY menuntut Permenaker 2/2022 Jahat dicabut. Cabut UU 11/2020 Cipta Kerja, naikkan upah pekerja/buruh 75 persen, pakai Dana Keistimewaan untuk JHT atau Bansos Lansia dan bentuk Perda yang lebih maju tentang Jaminan Sosial Daerah.

MPBI DIY sendiri terdiri dari banyak organisasi pekerja/buruh DIY. Mulai Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI), Serikat Pekerja Nasional (SPN), Serikat Pekerja Mandiri (F-SPM), Asosiasi Serikat Pekerja (Aspek), Sekolah Buruh Yogyakarta (SBY).

Kemudian, Serikat Pekerja Logam, Elektronik dan Mesin (SP LEM SPSI), Serikat Pekerja Niaga, Bank, Jasa dan Asuransi (SP NIBA SPSI), Serikat Pekerja Tekstil, Sandang dan Kulit (SP TSK SPSI) dan Front Perjuangan Pemuda Indonesia (FPPI).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement