Kamis 17 Feb 2022 13:30 WIB

Pengrajin Tahu dan Tempe Bersiap Mogok Produksi (Lagi)

Harga kedelai impor saat ini dinilai sangat mahal oleh pengrajin tahu dan tempe.

Pekerja membuat tempe di Kampung Pejaten, Kramatwatu, Serang, Banten, Rabu (12/1/2022). Pengusaha tahu tempe mengeluhkan harga kedelai yang kembali melonjak naik sejak seminggu terakhir dari Rp10.250 menjadi Rp10.750 per kilogram karena makin menyulitkan upaya mereka untuk bangkit di masa pandemi.
Foto:

Menurut Gabungan Koperasi Tahu Tempe Indonesia (Gakoptindo) fluktuasi harga kedelai beberapa waktu terakhir yang membuat usaha produksi tahu dan tempe semakin tertekan. Gakoptindo meminta Kementerian Perdagangan (Kemendag) agar dapat menetapkan harga kedelai impor setiap bulan demi meredam fluktuasi harga.

"Harga kedelai impor yang diatur oleh importir pada umumnya naik. Pernah dalam seminggu tujuh hari (harga kedelai) naik lima kali. Tolong harga kedelai dibuat stabil minimal sekali sebulan," kata Ketua Umum Gakoptindo Aip Syarifuddin, dalam konferensi pers virtual, Jumat (11/2/2022).

Aip menuturkan, sebelumnya terdapat sekitar 195 ribu pengrajin tahu tempe skala rumahan di Indonesia. Namun, kini sekitar 20 persen atau 30 ribu pengrajin gulung tikar akibat fluktuasi harga kedelai yang tinggi. Mereka yang berhenti produksi umumnya yang menggunakan kedelai sekitar 10 kg-20 kg per hari.

"Hari ini dia beli 20 kg, lalu dibikin jadi tahu dan tempe, begitu besok dia mau beli lagi 20 kg, penghasilannua itu tidak cukup karena harga kedelai sudah naik," kata Aip.

Pengrajin yang saat ini bisa bertahan yakni yang mereka yang rata-rata menggunakan minimal 100 kg kedelai setiap hari. Solusi yang ditempuh menyikapi kenaikan harga mengurangi ukuran tahu dan tempe agar harga jual tetap dapat dipertahankan stabil.

Aip menuturkan, saat ini harga kedelai yang diterima oleh pengrajin sudah lebih dari Rp 11 ribu per kg. Di luar Jawa, harga bahkan bisa mencapai Rp 12 ribu per kg.

"Harga tahu dan tempe yang diproduksi kalau dengan harga kedelai Rp 11 ribu per kg, lalu kami jual tempe Rp 11.500 per kg, itu hampir tidak ada untung. Habis. Tidak ada cerita upah pekerja karena memang dikerjakan sendiri," kata dia.

 

Kebutuhan kedelai untuk produksi tahu dan tempe setiap tahun sekitar 3 juta ton. Di mana, sebanyak 1 juta ton untuk tahu dan 2 juta ton untuk tempe. Adapun dari total kebutuhan itu, produksi kedelai lokal baru memenuhi sekitar 10 persen.

"Ini juga sudah direspons oleh Kementerian Pertanian yang akan meningkatkan produksi kedelai minimal menjadi 30 persen (dari kebutuhan nasional)," katanya.

Kementerian Pertanian (Kementan) menargetkan produksi kedelai lokal pada 2022 mencapai 1 juta ton. Target tersebut cukup tinggi dari realisasi produksi 2021 yang hanya 200 ribu ton. Kementan menyatakan, peningkatan produksi kedelai harus diupayakan demi memenuhikebutuhan produksi tahu dan tempe yang kini bergantung pada kedelai impor.

Direktur Aneka Kacang dan Umbi, Yuris Tiyanto, menjelaskan, target 1 juta ton produksi kedelai dihasilkan dari target area penanaman kedelai seluas 650 ribu hektare (ha) tahun ini.

Sebanyak 52 ribu ha akan didanai langsung dari anggaran pemerintah, adapun 598 ribu ha sisanya, akan difasilitasi langsung dengan kredit usaha rakyat (KUR) bunga 6 persen yang diusulkan petani. Yuris mengatakan, lahan tersebut tersebar di 14 provinsi dan merupakan monokultur sehingga tidak menumpang pada komoditas lain.  

 

"Target tahun ini naik tinggi sekali dari tahun lalu. Ini karena kita ingin mengatasi kelangkaan bahan baku untuk pabrik tahu dan tempe yang kedelai impornya naik terus," kata Yuris kepada Republika, Senin (14/2/2022).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement