REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Aliansi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (Appsindo) Hasan Basri menegaskan, pihaknya tidak menimbun minyak goreng yang menyebabkan kelangkaan pasokan produk yang sangat dibutuhkan masyarakat tersebut. Kelangkaan minyak goreng lebih karena terbatasnya pengiriman dari distributor.
"Jadi kalau kita sebagai pedagang tidak mungkin menyetok minyak goreng atau komoditas lain secara berlebihan. Artinya hari ini paling dua tiga hari stok habis, lalu belanja lagi," kata Hasan di Jakarta, Rabu (16/2/2022).
Hasan menegaskan, kelangkaan pasokan minyak goreng di pasar tradisional disebabkan dari distributor yang memasok minyak goreng dengan jumlah yang sangat terbatas. "Karena pemasok ke pasar tradisional itu sangat terbatas, jadi keterbatasan itu yang membuat langka," kata Hasan.
Dia juga menerangkan, pedagang di pasar hanya mengambil keuntungan penjualan minyak goreng yang tidak besar. Hasan menekankan bahwa pedagang tidak mempermainkan harga jual minyak goreng di pasaran, melainkan harga sudah ditentukan oleh pemerintah dan ditetapkan oleh distributor.
Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan menetapkan harga eceran tertinggi minyak goreng mulai dari kemasan curah sebesar Rp 11.500 per liter, kemasan sederhana Rp 13.500 per liter, dan kemasan premium Rp 14 ribu per liter. Hasan mengatakan kebijakan harga eceran tertinggi minyak goreng tersebut ditetapkan setelah Appsindo melakukan komunikasi kepada kementerian-lembaga terkait.
Hasan mengatakan pedagang pasar sebelumnya merasa dirugikan karena kebijakan subsidi minyak goreng seharga Rp 14 ribu per liter hanya diterapkan pada pasar modern. Pada saat kebijakan tersebut diterapkan, harga minyak goreng di pasar tradisional masih tinggi yaitu di angka Rp 21 ribu per liter.
Hal tersebut menyebabkan produk minyak goreng di pasar tradisional tidak laku. Karena itu, pemerintah melalui Kementerian Perdagangan menetapkan kebijakan HET untuk minyak goreng kemasan premium, kemasan sederhana, dan curah seperti yang telah disebutkan.