REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR — Kota Bogor masuk menjadi salah satu dari lima kota di Indonesia yang paling peduli terhadap perubahan iklim. Lima kota tersebut yakni Semarang, Surabaya, Kota Bogor, Kota Bandung, dan Kota Tangerang.
Hal itu merupakan hasil riset yang belum lama dirilis Pusat Inovasi Kota dan Komunitas Cerdas Institut Teknologi Bandung (ITB) tentang Rating Transformasi Digital dan Kota Cerdas Indonesia 2021. Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Bogor, Deni Wismanto, mengatakan di Kota Bogor, ada beberapa program peduli terhadap perubahan iklim.
“Program-program ini merupakan program Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor secara komprehensif dan melibatkan beberapa instansi,” kata Deni, Senin (14/2/2022).
Deni menyebutkan, beberapa program tersebut antara lain, Program Bogor Lancar (rerouting dan shifting transportasi publik, angkot berbahan bakar gas), Program Bogor Merenah (pembangunan pedestrian dan jalur sepeda, program kampung bersih dan hijau/lomba kebersihan, program benah kampung, program kampung iklim), Program Bogor Tanpa Plastik (Botak), Program TPS3R dan bank sampah, Perogeam Sekolah Adiwiyata, dan Sekolah Berbudaya Lingkungan.
Terpisah, Ketua Pusat Inovasi Kota dan Komunitas Cerdas ITB, Prof Suhono Harso Supangkat, menjelaskan penilaian pada kategori peduli iklim ini, dilakukan secara khusus untuk mengetahui dukungan kota dalam menghadapi permasalahan perubahan iklim. Di mana perubahan iklim ini berdampak pada panasnya permukaan bumi yang berasal dari peningkatan kadar CO2 atau karbondioksida.
Suhono menyebutkan, indikator yang menjadi tolok ukur riset antara lain dukungan penggunaan energi terbarukan, meminimalisir kendaraan, dan pengelolaan lingkungan. Selain itu kata dia, riset juga menilik soal substitusi energi, implementasi kendaraan hemat energi, penggunaan kendaraan umum, penambahan ruang terbuka hijau.
“Tolok ukur itu semua digunakan untuk melihat seberapa jauh suatu kota dapat mengelola berbagai sumber daya secara efektif dan efisien, menyelesaikan berbagai masalah, serta memberikan layanan yang dapat meningkatkan kualitas hidup warganya,” ujarnya.
Dia menekankan, kota menjadi objek riset karena dewasa ini urbanisasi masyarakat sudah tak terbendung. Akibatnya, kepadatan di perkotaan tak bisa dielakkan.
“Kepadatan di kota itu membuat kondisi gas karbon tidak terkontrol, sehingga mempengaruhi iklim,” ujarnya.
Produsen Tahu di Aceh Keluhkan Mahalnya Harga Kedelai
Komisi III Gelar Kunjungan Spesifik ke Wadas, Apa Hasilnya?
Komisi II Soroti Pengalaman Calon Anggota KPU