Selasa 15 Feb 2022 02:31 WIB

Story Telling Jadi Upaya Tingkatkan Minat Baca dan Literasi Gizi

Upaya tingkatkan minat baca bisa membantu masyarakat ketahui gizi yang tepat

Yayasan Abhipraya Insan Cendekia Indonesia (YAICI) Bersama Kampung Dongeng Indonesia mengadakan diskusi dan literasi dengan tema Kami Sadar Gizi, Siap Bersaing di Era Globalisasi. Dalam kesempatan itu hadir Ketua Harian YAICI Arif Hidayat, SE.MM, dr. Meita Rakhmawati, Dokter Umum, Maman Suherman pegiat literasi dan pendiri Kampung Dongeng Indonesia Awam Prakoso.
Foto: istimewa
Yayasan Abhipraya Insan Cendekia Indonesia (YAICI) Bersama Kampung Dongeng Indonesia mengadakan diskusi dan literasi dengan tema Kami Sadar Gizi, Siap Bersaing di Era Globalisasi. Dalam kesempatan itu hadir Ketua Harian YAICI Arif Hidayat, SE.MM, dr. Meita Rakhmawati, Dokter Umum, Maman Suherman pegiat literasi dan pendiri Kampung Dongeng Indonesia Awam Prakoso.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Yayasan Abhipraya Insan Cendekia Indonesia (YAICI) Bersama Kampung Dongeng Indonesia mengadakan diskusi dan literasi dengan tema “Kami Sadar Gizi, Siap Bersaing di Era Globalisasi”. Dalam kesempatan itu hadir Ketua Harian YAICI Arif Hidayat, SE.MM, dr. Meita Rakhmawati, Dokter Umum, Maman Suherman pegiat literasi dan pendiri Kampung Dongeng Indonesia Awam Prakoso. 

Sebagaimana diketahui, Indonesia masih darurat literasi.  Hasil Programme for International Students Assessment (PISA) tahun 2018, menunjukkan bahwa 70 persen siswa di Indonesia memiliki kemampuan baca rendah (di bawah Level 2 dalam skala PISA). Artinya, mereka bahkan tidak mampu sekadar menemukan gagasan utama maupun informasi penting di dalam suatu teks pendek.

Hal ini diperparah dengan angka minat baca di Indonesia yang juga rendah. Pada tahun 2018, survei dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa persentase penduduk di atas usia 10 tahun yang membaca surat kabar atau majalah hanya 14,92 persen. 

Angka ini lebih rendah dari persentase 15 tahun sebelumnya (23,70 persen). Padahal, selama hampir 15 tahun, pemerintah telah menerbitkan berbagai kebijakan nasional untuk mengatasi krisis literasi ini. Buruknya budaya literasi di Indonesia ini yang menjadi pemicu persoalan gizi buruk dan stunting yang tak kunjung usai. 

Ketua Harian YAICI Arif Hidayat dalam kesempatan itu mengatakan, salah satu bukti rendahnya literasi masyarakat adalah masih ditemukannya susu kental manis dikonsumsi sebagai minuman susu. “Dalam temuan kami baik data dari hasil survey maupun saat bertemu langsung dengan masyarakat, masih banyak yang beranggapan bahwa susu kental manis adalah susu yang dapat dikonsumsi sebagai minuman susu. Alasannya karena sudah terbiasa, ada yang merasa pernah mendengar aturan penggunaan susu kental manis, tapi tidak ingin mencari tahu. Ini menunjukkan literasi rendah, masyarakat tidak teredukasi,” jelas Arif Hidayat. 

Senada dengan Arif, pegiat literasi Maman Suherman mengatakan perjuangan mengajak orang berliterasi tidak hanya berhenti sampai BPOM mengeluarkan ketentuan tentang susu kental manis. 

“Bicara literasi bukan hanya sekedar baca tulis, tapi mengerti apa yang kita baca. Sebagai contoh, BPOM telah melarang penggunaan susu kental manis sebagai pengganti ASI. Tapi di rak-rak supermarket, produk ini berada berdampingan dengan susu. Lalu masyarakat beli dan dijadikan susu untuk anak. Kalau masyarakat sudah paham literasi, hal seperti ini tidak akan terjadi,”  papar Maman Suherman. 

Dr Meita Rakhmawati yang juga hadir dalam kesempatan itu mengatakan kebiasaan mengkonsumsi susu kental manis sebagai minuman sehari-hari memang tidak langsung kelihatan dampaknya terhadap kesehatan. Namun akibatnya akan mulai terasa dimasa mendatang. 

“Bagi perempuan dapat mengakibatkan masalah kurang gizi pada saat hamil nanti. Banyak juga anak muda yang merasa insecure dengan tubuhnya, merasa tidak makan banyak tapi gemuk, padahal dia lupa sehati-hari yang dikonsumsi adalah makanan minuman tinggi gula. Jadi selagi masih muda, mulailah memperhatikan kecukupan gizi, jangan menunggu usia 40 tahun baru menjalani pola hidup sehat. Karena apa yang kita rasakan saat tua adalah apa yang kita makan saat muda,” jelas dokter yang juga concern untuk kesehatan dan estetika ini.  

Pendongeng sekaligus pendiri Kampung Dongeng Indonesia (KDI) Awam Prakoso menyampaikan pandangannya mengenai lemahnya pemahaman masyarakat mengenai literasi gisi. “Mungkin selama ini kita terpaku pada bentuk edukasi yang kaku. Tapi coba disampaikan melalui cara dongeng atau story telling. Pesan-pesan edukasi itu bisa disampaikan melalui cerita-cerita yang menarik, atau bahkan memanfaatkan media seperti audio visual, menonton bareng juga bisa. Ini akan diterima dengan lebih baik,” jelas Awam Prakoso. 

Menutup kegiatan, Arif Hidayat mengatakan YAICI berkomitmen untuk meningkatkan budaya literasi di masyarakat melalui beragam program story telling bersama Kampung Dongeng Indonesia. “Melalui kegiatan ini diharapkan masyarakat terutama generasi muda dapat berperan menjadi agen perubahan (agent of change) untuk masa depan Generasi Emas Indonesia 2045. Hal ini sekaligus menjadi bekal bagi remaja dan usia muda produktif, bekal menjadi orang tua. Dengan pengetahuan gizi sedini mungkin, pada waktunya mereka menjadi orang tua tentunya akan lebih sadar akan pentingnya asupan gizi untuk anak, terutama pengetahuan terkait bahanya konsumsi kental manis yang tinggi akan gula” kata Arif Hidayat.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement