Rabu 16 Feb 2022 12:47 WIB

Selepas Gelombang Ketiga dan Harapan Fase Endemi di Indonesia

Sejumlah negara sudah melonggarkan aturannya meski varian Omicron menyerang.

Warga melintas di dekat mural bertema Covid-19. Indonesia diperkirakan sedang menuju puncak gelombang ketiga akibat varian Omicron. Selepasnya Indonesia diharapkan memasuki masa endemi Covid-19.
Foto: ANTARA/Akbar Nugroho Gumay/wsj.
Warga melintas di dekat mural bertema Covid-19. Indonesia diperkirakan sedang menuju puncak gelombang ketiga akibat varian Omicron. Selepasnya Indonesia diharapkan memasuki masa endemi Covid-19.

Oleh : Indira Rezkisari, Jurnalis Republika.co.id

REPUBLIKA.CO.ID, Bulan depan, Maret 2022, dua tahun terlewati sudah sejak kasus pertama Covid-19 terjadi. Saat ini meski sedang berada di fase menuju puncak gelombang ketiga Covid-19, rasanya dunia tak seseram dua tahun lalu.

Seperti dejavu memang, banyak tetangga, kerabat, keluarga, kolega yang sedang positif Covid-19. Imbas terpapar varian Omicron.

Baca Juga

Tapi situasinya berbeda. Rata-rata kasus yang dialami adalah gejala ringan. Mereka pun cukup memulihkan diri dengan ‘istirahat’ di rumah atau istilah populernya isolasi mandiri alias isoman. Di ruang-ruang kelas virtual, siswa yang positif pun banyak yang tetap sekolah secara daring. Sama seperti banyak pekerja yang bisa work from home memilih tetap bekerja saat sedang isoman.

Alasannya ya itu, kondisinya ringan. Bahkan ada yang tidak bergejala sama sekali.

Ilmuwan dunia, pakar medis, pemerintahan, WHO berterima kasih pada vaksin yang memberikan kekebalan tubuh hingga kasus Covid-19 menjadi penyakit yang tidak fatal. Ya, mungkin tidak tepat disebut tidak fatal karena faktanya masih tetap ada kasus kematian akibat Covid-19 saat ini.

Tapi jumlah kematian di gelombang ketiga saat ini jelas menurun dibanding tahun sebelumnya ketika belum banyak warga Indonesia yang sudah divaksin. Saya mengambil perbandingan, pada 13 Februari 2022 jumlah penambahan kasus harian Covid-19 mencapai 44.526 orang dengan 111 penderita Covid-19 yang meninggal.

Setahun lalu pada 14 Februari 2021, tercatat ada 6.765 kasus baru pasien terkonfirmasi positif Covid-19. Jumlah orang yang meninggal akibat Covid-19 saat itu sebanyak 247. Dengan jumlah kasus yang jauh lebih sedikit, atau 6,5 kali lipat lebih banyak dibanding tahun lalu, jumlah kasus meninggal saat ini kurang dari 50 persen angka setahun lalu.

Apakah ini artinya Covid-19 mulai bertransformasi menjadi kondisi yang “normal” di Indonesia? Sejumlah negara dunia meski masih mengalami kenaikan kasus Covid-19 di masa varian Omicron, namun sudah mulai melonggarkan aturan. Swedia sejak 9 Februari mulai menghilangkan beberapa aturan penting pembatasan pandemi seperti meniadakan pengetesan Covid-19. Dilansir dari laman NST, beberapa ilmuwan Swedia padahal meminta pemerintah lebih sabar menghadapi penyakit ini.

Pemerintah Swedia sudah mengumumkan tidak akan mengambil pilihan karantina atau lockdown jika kasus meningkat. Alasannya, Swedia menilai masa pandemi Covid-19 sudah berakhir di sana. Vaksinasi dan tingkat keparahan Omicron yang rendah hingga menurunkan jumlah kasus meninggal menjadi alasan Swedia menganggap pandemi sudah selesai.

Menteri Kesehatan Swedia, Lena Hallengren, mengatakan pandemi ini sudah selesai. Pernyataan tersebut muncul saat 2.200 masyarakat Swedia membutuhkan perawatan rumah sakit akibat Covid-19 saat ini, sama angkanya seperti ketika Swedia mengalami gelombang ketiga di masa musim semi 2021.

Malaysia juga sudah mengumumkan memasuki fase peralihan dari pandemi ke endemi. Menteri Pertahanan Datuk Seri Hishammuddin Hussein menilai Malaysia harus berani melangkah maju. “Kita harus mempertahankan keputusan untuk beranjak ke fase endemi. Kita harus maju ke depan,” ujarnya, dikutip 8 Februari 2022.

Hishammuddin mengatakan, pemerintah sangat sadar banyak masyarakat yang khawatir akibat kenaikan kasus Covid-19 varian Omicron. Tapi, katanya, berdasarkan laporan Kementerian Kesehatan meski kasus positif tinggi, kapasitas ICU dan keterisian tempat tidur di rumah sakit rendah. “Artinya, sistem kesehatan Malaysia secara nasional terkendali dan tidak terbebani akibat kenaikan kasus,” katanya.

Di Tanah Air, pemerintah sudah berulang kali menyatakan kenaikan kasus Covid-19 saat ini dalam kondisi terkendali. Bahkan keterisian tempat tidur pasien Covid-19 yang berada di angka 30-an persen adalah wujud terkendalinya situasi. Meski begitu pemerintah terus memonitor pertambahan kasus karena Indonesia masih dalam situasi menanjaki gelombang ketiga.

Sebelum memutuskan apakah Indonesia sudah lolos dari pandemi, epidemiolog dari Griffith University Australia Dicky Budiman mengatakan kondisi saat ini adalah level yang serius. Omicron katanya tidak bisa dianggap enteng.

Dicky memperdiksi , puncak kasus Omicron bisa mencapai 100 ribu hingga 150 ribu kasus per hari. Jumlah tersebut juga tergantung dari testing dan tracingnya yang dilakukan.

Angka yang dirilis oleh pemerintah diyakininya bukanlah angka yang sesungguhnya. Ia meyakini, masih banyak kasus yang tidak terdeteksi mengingat gejala varian Omicron yang sering tanpa gejala hingga ringan serta keterbatasan testing dan tracing.

"Ini belum tentu mendeteksi setengah dari masyarakat, Omicron itu deteksinya sulit. Negara yang bagus saja banyak yang missing kasusnya. Karena banyak yang tidak bergejala dan gejala ringan," tegas Dicky.

Menurutnya, meskipun pasien varian Omicron yang membutuhkan perawatan di rumah sakit lebih sedikit dibanding varian Delta, tetapi hal itu bergantung kepada mitigasi yang dilakukan. Apabila pencegahannya minim, jumlah yang sedikit itu bisa menjadi banyak.

Kalau ini tebakan saya, bila Indonesia bisa menjaga keterisian rumah sakit hingga tidak membebani fasilitas kesehatan. Bila kasus naik namun jumlah kematian bisa sangat rendah (saya sih berharapnya tidak ada kasus kematian malah). Mungkin saja Indonesia akan mulai bisa memasuki masa peralihan menuju endemi. Semoga!

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement