REPUBLIKA.CO.ID, PEKANBARU--Kejaksaan Tinggi (Kejati) Provinsi Riau diminta mengusut kasus dugaan korupsi dalam proyek pembangunan kantor PT Bumi Siak Pusako (BSP) di Kabupaten Siak. Proyek pembangunan diperkirakan menelan biaya Rp 87 miliar.
Koordinator Gerakan Masyarakat Mahasiswa Pemantau Korupsi (GEMMPAR) Riau, Erlangga menduga sejumlah pejabat di lingkungan pemerintahan Kabupaten Siak diduga menerima uang untuk memuluskan proyek. Erlangga meminta Kejati Riau mengusut kasus tersebut.
“Kami meminta Kejaksaan untuk mengusutnya demi menyelamatkan keuangan negara,” ujar Erlangga, dalam keterangan, Ahad (13/2/2022).
Erlangga menduga, selain pejabat di lingkungan Kabupaten Siak, praktik haram juga diduga dilakukan anggota DPRD. Ia mengatakan, ada dugaan praktik jual beli kegiatan pokir dengan imbalan dalam bentuk fee sebesar 10 persen.
Selain itu, ada juga praktik monopoli proyek alat kesehatan di Kabupaten Siak. Bahkan, Erlangga menduga ada dugaan kegiatan fiktif alat kesehatan Covid-19, APD, masker serta rapid test di Kabupaten Siak. “Kami menduga ada dugaan monopoli dan gratifikasi pembangunan gedung PT BSP senilai Rp 87 miliar,” tutur Erlangga.
Kejaksaan Tinggi Riau sendiri pada 11 Februari 2022 telah menerbitkan surat permohonan bantuan hukum untuk penyelesaian permasalahan dalam kegiatan pembangunan Gedung PT BSP tahun 2021. Surat bernomor B-B37/L.4/Gp.2/02/2022 ditandatangani Kepala Kejaksaan Tinggi Riau selaku Jaksa Pengacara Negara Dr Jaja Subagja.
Dalam surat yang ditujukan untuk Direktur PT Bumi Siak Pusako disebutkan adanya tuntutan masyarakat untuk melakukan proses penegakan hukum. Sebab, ada indikasi tindak pidana/penyimpangan prosedur/intervensi pihak yang tidak bertanggung jawab dalam kegiatan pembangunan gedung tersebut.
Dalam surat itu juga disebutkan guna menghindari Conffict of Interest (Cof) internal dan eksternal, Kejati tidak dapat melanjukan pemberian bentuan hukum Non Litigasi (negosiasi) atas penyelesaian permasalahan dalam kegiatan pembangunan Gedung BSP.
“Kami menyarankan agar penyelesainya dapat melalui Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) sebagaimana tertuang di dalam surat perjanjian (Kontrak) Nomor 11/PKS-8SP/IV/2021 Tanggal 15 April 2021,” demikian bunyi surat itu.