Ahad 13 Feb 2022 10:17 WIB

Anggota DPR: Pencairan Jaminan Hari Tua Dibutuhkan Pekerja Korban PHK

Ada 1,49 juta kasus klaim JHT didominasi korban PHK dan pengunduran diri.

Anggota Komisi IX DPR Kurniasih Mufidayati mengingatkan bahwa pencairan jaminan hari tua (JHT) dibutuhkan pekerja, yang menjadi korban pemutusan hubungan kerja (PHK), terutama di tengah pandemi saat ini. (Foto: Ilustrasi)
Foto: republika/mgrol100
Anggota Komisi IX DPR Kurniasih Mufidayati mengingatkan bahwa pencairan jaminan hari tua (JHT) dibutuhkan pekerja, yang menjadi korban pemutusan hubungan kerja (PHK), terutama di tengah pandemi saat ini. (Foto: Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi IX DPR Kurniasih Mufidayati mengingatkan bahwa pencairan jaminan hari tua (JHT) dibutuhkan pekerja, yang menjadi korban pemutusan hubungan kerja (PHK), terutama di tengah pandemi saat ini. Mufida mengemukakan hal itu terkait terbitnya Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 2/2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua.

Ia mengemukakan, beleid terbaru mengatur pencarian JHT 100 persen hanya bisa dilakukan saat usia pensiun 56 tahun. Pencarian JHT sebelum usia 56 bisa dilakukan dengan beberapa persyaratan dan kondisi.

Baca Juga

Menurut Mufida, sebagai dana yang diambil dari pekerja, maka pada hakikatnya program dana JHT adalah hak pekerja. Jika hak untuk menggunakan dibatasi harus sampai berusia 56 tahun, maka peraturan ini akan memberatkan pekerja yang membutuhkan jaring pengaman sosial di waktu yang sulit seperti saat ini.

Menurut data BPJS Ketenagakerjaan, hingga Agustus 2021, ada 1,49 juta kasus klaim JHT didominasi korban PHK dan pengunduran diri dengan peserta rentang di bawah 30 tahun atau usia produktif. "Artinya, pekerja yang mencairkan JHT karena memang butuh karena di-PHK dan mundur dari perusahaan karena dampak pandemi. Mereka menggunakan dana JHT untuk bertahan sembari berusaha mencari pekerjaan baru. Kalau aturan JHT kini hanya bisa dicarikan saat usia pensiun, jaring pengaman untuk mereka yang di-PHK belum ada," kata Mufida dalam rilis di Jakarta, Ahad (13/2/2022).

Pada sisi lain, menurut legislator dar iFraksi PKS ini, sudah ada jaminan pensiun bagi pekerja penerima upah yang manfaatnya bisa dirasakan saat usia pensiun yang menjadi alasan pemerintah mengubah aturan pencairan JHT ini. Menurut Mufida, peraturan ini tidak sensitif atas kondisi masyarakat saat ini. 

Setelah pekerja tersebut mengalami PHK dengan kesempatan kerja yang semakin sulit. Selain itu, kebijakan pengusaha yang lebih memilih menjadikan pekerjanya sebagai pegawai kontrak (PKWTT), dana JHT tersebut merupakan harapan terbesar dari pekerja sebagai dana bahkan untuk menyambung hidup dan modal usaha.

"Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa dana uang pesangon dari pengusaha sangat sulit dan perlu waktu yang lama bagi pekerja untuk mendapatkannya. Oleh karena itu,JHT menjadi harapan terbesar karena langsung cair setelah satu bulan masa tunggu," kata dia.

Ia mengungkapkan, dana peserta hakikatnya tetap milik pekerja. Dengan demikian, berbagai kebijakan yang mengatur tentang proses penggunaan dana peserta BPJS Ketenagakerjaan harus berpihak kepada pekerja sebagai pemilik dana utama.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement