REPUBLIKA.CO.ID, Bagi Prof Ni Nyoman Tri Puspaningsih (57 tahun), menjadi seorang peneliti adalah pang gilan hati. Tidak heran jika sebelum wabah Corona Virus Disease (Covid-19) ma suk ke Indonesia, Koordinator Riset Vaksin Merah Putih Universitas Airlangga (Unair) ini sudah bergegas meng ajukan proyek penelitian untuk mengembangkan vaksin virus mematikan ini.
Sejak 2 Februari 2020 silam, peneliti senior dari Universitas Airlangga ini mulai berkontak dengan peneliti di Cina yang mulai mengembangkan vaksin. Nyoman yang bergerak di bidang molekul hayati seolah berjodoh dengan pengembangan vaksin tersebut. Penelitian vaksin virus korona baru memang berada di paling hilir yang menargetkan unsur protein.
Bak gayung bersambut, inisiatif Nyo man berbuah manis. Dukungan sejumlah peneliti internasional datang kepadanya. Hanya saja, Nyoman diwanti-wanti mengenai keterbukaan data antarpeneliti yang harus dapat dipastikan transparan. "Saya insiatif ajukan penelitian vaksin ini sebelum ada satu pun positif Covid-19 di Indonesia kala itu," kata Nyoman seperti dikutip dari Dialog Jumat Republika.
Nyoman mengakui kerap menemukan sejumlah kendala dalam mengembangkan vaksin untuk virus mematikan itu. Dia mencontohkan, belum tersedianya whole genom—rangkaian dari DNA atau RNA untuk memperoleh informasi mengenai cara membangun, menjaga, bahkan me lemahkan kelangsungan hidup organisme tersebut—bagi pasien Covid-19 di Indonesia.
Menurut dia, ketidaktersediaan whole genom akan sulit melengkapi pengembangan vaksin. Pengembangan vaksin Covid-19 yang ia lakukan sebetulnya dalam proses menunggu whole genom dari virus yang menginfeksi pasien Indonesia. "Kalau kita dapat itu, kan kita dapat asli vaksinnya memang untuk orang Indonesia," ujar dia.
Nyoman mengungkap, belum ada ketersediaan whole genom khusus pasien Indonesia hingga saat ini. Berdasarkan data yang ia akses, ukuran genom virus Indonesia masih terbilang pendek, yakni hanya 30 ribu pasang basal. Meski demikian, Nyoman tidak pasrah menunggu kedatangan hanya berdiam diri saja. Sambil menunggu ketersediaannya, dia bersama tim memutuskan untuk mendesain dari whole genom-nya virus yang menginfeksi orang-orang Asia.
Usai melakukan pengecekan, dia menyimpulkan tidak ada perbedaan berarti antara pasien Asia dengan Indonesia. Mereka pun memutuskan untuk menggunakan whole genom dengan ukuran Asia. "Kita desain data dari Asia. Artinya itu kan desaining dulu, kita pesan, dan masih berproses," ungkap dia.
Dia membandingkan, pengembangan vaksin Covid-19 yang dilakukan Cina serta Amerika membutuhkan waktu sekitar 14 bulan sebelum akhirnya masuk ke dalam tahapan uji klinik. Untuk itu, pengem bangan vaksin yang sedang dilakukan baru dalam tahap menuju 10 persen.
Meski begitu, Nyoman optimistis setiap kendala pasti memiliki solusi yang dapat di terapkan. Apalagi dia sadar betul ikhtiar nya harus berkejaran dengan waktu. "Ha rus detail karena ini adalah penelitian bentuknya. Tapi kami tetap semangat," ujar dia.