REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dua mantan pejabat di PT Garuda Indonesia (GIAA) diperiksa oleh tim penyidikan Kejaksaan Agung (Kejakgung). Pemeriksaan oleh tim Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) tersebut terkait dugaan korupsi dalam pengadaan dan sewa pesawat terbang oleh perusahaan maskapai penerbangan sipil milik pemerintah tersebut.
Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejakgung, Leonard Ebenezer Simanjuntak mengatakan, dua yang diperiksa pada Senin (7/2), adalah Capt AS dan inisial JR. Ebenezer tak bersedia menyebutkan nama asli kedua terperiksa tersebut. Namun, kata dia, Capt AS diperiksa selaku Direktur Operasional PT GIAA periode 2005-2012. JR diperiksa selaku EVP PT GIAA 2012.
“Keduanya diperiksa sebagai saksi. Diperiksa terkait mekanisme pengadaan pesawat udara pada PT Garuda Indonesia,” terang Ebenezer dalam rilis resmi yang diterima wartawan di Jakarta, Senin (7/2).
Mengacu daftar resmi pemanggilan saksi-saksi di layar monitor Gedung Pidana Khusus (Pidsus) Kejakgung, sebetulnya ada enam nama terperiksa pada Senin. Inisial Capt AS, mengacu pada nama Capten Ari Sapari. Sedangkan inisial JR, mengacu pada saksi Judi Rifajantoro.
Nama lainnya yang seharusnya diperiksa sebagai saksi, namun tak ada keterangan dalam rilis resmi Kapuspenkum, yakni Batara Silaban yang dipanggil untuk diperiksa selaku VP Aircraft Maintenance PT GIAA. Faik Fahmi, Direktur Layanan PT GIAA dan Capten Novianto Heru Pratomo selaku Direktur Operasional PT GIAA, serta Ranty Astary R selaku VP Corporate Secretary. Namun, tak ada penjelasan kehadiran empat saksi-saksi tersebut.
Jampidsus Febrie Adriansyah mengatakan, proses penyidikan dugaan korupsi PT Garuda Indonesia, belum mengarah ke penetapan tersangka. “Tersangka belum. Masih proses. Penyidikan masih terus berjalan,” ujar dia saat ditemui Republika di Gedung Pidsus, Kejakgung, Jakarta, Senin (7/2).
Akan tetapi, kata dia, ada rencana dari tim penyidikan untuk mengajukan ekspos gelar perkara hasil penyidikan sementara kasus Garuda. “Mudah-mudahan dalam waktu dekat kita tunggu ekpos,” ujar Febrie.
Dalam kasus di PT Garuda ini, Febrie pernah mengungkapkan, nilai kerugian negara mencapai Rp 3,7 triliun lebih. Korupsi diduga terjadi pada periode 2009-2014 dan sampai saat ini. Dugaan korupsi tersebut terkait dengan proses pengadaan dan sewa sejumlah unit pesawat terbang jenis ATR 72-600 dan CRJ 1000 setotal 64 unit. Dalam penyidikan tersebut, kata Febrie, timnya juga menyasar kesaksian mantan Dirut GIAA, Emirsyah Satar, yang sudah berstatus narapidana terkait kasus serupa.