Senin 07 Feb 2022 18:14 WIB

Fraksi PKS Usulkan Adanya Syarat Penggunaan Metode Omnibus

PKS meminta DPR dan pemerintah belajar dari pembahasan UU Ciptaker yang singkat.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Agus raharjo
Ketua Majelis Hakim Konstitusi (MK) Anwar Usman (tengah) didampingi Hakim Konstitusi Aswanto (kiri) dan Saldi Isra (kanan) memimpin sidang putusan gugatan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang diajukan kelompok buruh di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (25/11/2021). Mahkamah Konstitusi memutuskan menolak gugatan tersebut, namun demikian UU Cipta Kerja harus diperbaiki hingga dua tahun ke depan.
Foto: ANTARA/Rivan Awal Lingga
Ketua Majelis Hakim Konstitusi (MK) Anwar Usman (tengah) didampingi Hakim Konstitusi Aswanto (kiri) dan Saldi Isra (kanan) memimpin sidang putusan gugatan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang diajukan kelompok buruh di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (25/11/2021). Mahkamah Konstitusi memutuskan menolak gugatan tersebut, namun demikian UU Cipta Kerja harus diperbaiki hingga dua tahun ke depan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Badan Legislasi (Baleg) Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mulyanto menilai, metode omnibus tetap harus menjamin adanya kepastian hukum dan meningkatkan kualitas legislasi dalam revisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (PPP). Menurutnya, perlu ada syarat penggunaan metode omnibus dalam membahas suatu revisi atau rancangan undang-undang.

Pertama adalah metode omnibus hanya dapat digunakan dalam penyusunan peraturan perundang-undangan dengan mempertimbangkan adanya urgensi tertentu yang melibatkan beberapa peraturan dalam satu topik khusus tertentu atau klaster. Hal ini agar penyusunan peraturan perundangan tersebut fokus hanya berkaitan dengan satu tema spesifik.

Baca Juga

"Adapun penggunaan peraturan perundang-undangan dengan adanya urgensi tertentu yang metode omnibus ini harus disepakati dalam perencanaan, yang dalam penyusunan undang-undang harus disepakati oleh DPR, DPD, dan pemerintah dalam penyusunan prolegnas," ujar Mulyanto dalam rapat pleno revisi UU PPP, Senin (7/2/2022).

Kedua, diperlukannya pengaturan tentang alokasi waktu yang memadai untuk penyusunan peraturan perundang-undangan yang menggunakan metode omnibus. Agar penyusunannya tidak dilakukan dengan tergesa-gesa dengan mengabaikan partisipasi publik.

Menurutnya, DPR dan pemerintah perlu belajar dari pembahasan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang memuat 77 undang-undang. Namun, waktu pembahasannya memakan waktu yang sangat singkat. Akhirnya, UU Cipta Kerja dinyatakan inskonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi (MK).

"Oleh karena itu, perlu diatur perihal alokasi waktu penyusunan peraturan perundang-undangan yang menggunakan metode omnibus dengan digabungkan memperhatikan jumlah undang-undang yang digabungkan," ujar Mulyanto.

PKS, kata Mulyanto, pada dasarnya tak menolak masuknya metode omnibus demi penyederhanaan undang-undang lewat revisi UU PPP. Namun, jangan sampai metode tersebut justru menjadi alat yang menyimpangi tata cara dan pedoman penyusunan peraturan perundang-undangan.

"Metode omnibus untuk menjamin adanya kepastian hukum, meningkatkan kualitas legislasi, dan melibatkan sebanyak-banyaknya partisipasi publik dalam penyusunan undang-undang," ujar Wakil Ketua Fraksi PKS DPR itu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement