REPUBLIKA.CO.ID,BANDAR LAMPUNG -- Pascaerupsi Gunung Anak Krakatau (GAK) dengan kolon abu vulkaniknya mencapai 200 meter dari puncak kawah pada Kamis pekan lalu, siapapun dilarang mendekati dalam radius dua kilometer. Saat ini, kondisi GAK yang berada di perairan Selat Sunda masih dalam status waspada (level II).
Kepala Pos Pemantau GAK Andi Suardi mengatakan, pascaterjadinya letusan (erupsi) dengan mengeluarkan abu vulkanik, status GAK masih waspada (Level II). “Ada larangan mendekati Gunung Anak Krakatau radius dua kilometer,” kata Andi dalam keterangan persnya, Ahad (6/2).
Ia mengatakan, GAK terjadi erupsi dapat diamati hembusan abu vulkanik mencapai 200 meter dari puncak kawah atau 357 meter dari permukaan laut pada Kamis (3/2) sekira pukul 16.15 WIB.
Menurut dia, petugas terus memantau perkembangan kolom abu berwarna kelabu dengan intensitas sedang, condong ke arah Timur Laut atau menuju Pulau Jawa. Pascaerupsi, masih terdapat bunyi dentuman dan pembentukan kolom abu meski tidak setinggi saat erupsi pekan lalu.
Ia mengatakan kolom abu vulkanik yang dikeluarkan masih belum berdampak pada masyarakat sekitar, karena masih mengarah timur laut. Namun, kata dia, masyarakat tetap waspada dengan adanya erupsi GAK yang mulai terjadi beberapa hari terakhir.
Erupsi GAK dapat dipantau langsung di Desa Kunjir, Desa Waymuli, dan juga Pulau Sebesi dalam Kecamatan Rajabasa, Kabupaten Lampung Selatan. “Erupsi Gunung Anak Krakatau kemarin (Kamis pekan lalu) sangat terlihat jelas dari sini,” kata Eli, warga Desa Kunjir.
Menurut dia, erupsi atau hembusan abu vulkanik ke atas mulai terlihat warga sejak selepas waktu Ashar pukul 3.30 petang sampai waktu Maghrib. “Besoknya (Jumat), masih terlihat juga abunya di langit,” ujarnya.
Ia mengatakan, meski terjadi erupsi GAK nelayan di desanya masih melakukan aktivitas sehari-hari. Hal sama juga diperoleh kabar dari masyarakat Pulau Sebesi, yang dekat dengan GAK, masih melakukan aktivitas sehari-hari normal, baik sebagai nelayan dan petani.
Musibah gelobang tsunami pernah menerjang Desa Kunjir, Desa Way Muli, dan Desa Tejang (Pulau Sebesi) Kecamatan Rajabasa, Kabupaten Lampung Selatan pernah menjadi daerah terparah. Desa-desa tersebut wilayahnya memang lebih dekat dengan GAK.