Pada periode erupsi Februari 2022, peningkatan intrusi magmatik kemungkinan mulai terjadi sejak 20 Desember 2021 yang diindikasikan dengan terekamnya gempa Vulkanik Dalam dan Vulkanik Dangkal dalam jumlah yang cukup signifikan. Pada bulan Januari 2022 kegempaan vulkanik masih teramati cukup tinggi dan gempa-gempa dangkal semakin banyak terekam. Pada akhir Januari 2021, terindikasi magma sudah berada pada kedalaman sangat dangkal dan emisi abu mulai teramati sejak 3 Februari 2022 sekitar pukul 10.00 WIB. Pada 4 Februari 2022 terekam 9 kali gempa Letusan yaitu pada pukul 09:43, 10:25, 10:28, 12:46, 13:00, 13:31, 13:41, 14:46 dan 17:07 WIB.
Selanjutnya Eko juga menjelaskan, energi aktivitas vulkanik yang dicerminkan dari nilai RSAM (real-time seismic amplitude measurement) menunjukkan pola fluktuasi dengan kecenderungan relatif meningkat pada periode Januari - Februari 2022. Peningkatan ini berasosiasi dengan peningkatan gempa-gempa Hembusan, Low Frekuensi, dan Tremor menerus yang relatif meningkat energinya baik dalam jumlah maupun besaran amplitudo gempanya yang disebabkan oleh pelepasan energi yang terjadi keluarnya fluida ke permukaan.
"Pemantauan deformasi tiltmeter mengindikasikan adanya pola ungkitan selama periode ini yang disebabkan perubahan tekanan di permukaan yang berasosiasi dengan pergerakan fluida magma ke permukaan. Data pemantauan secara visual dan instrumental mengindikasikan bahwa Gunung Anak Krakatau masih berpotensi erupsi," tambah Eko.
Peta Kawasan Rawan Bencana menunjukkan hampir seluruh tubuh Gunung Anak Krakatau yang berdiameter +- 2 Km dan area di sekitarnya merupakan kawasan rawan bencana.
"Berdasarkan data-data visual dan instrumental, potensi bahaya dari aktivitas Gunung Anak Krakatau saat ini adalah lontaran material lava, aliran lava dan hujan abu lebat di sekitar kawah dalam radius 2 km dari kawah aktif. Sementara itu, hujan abu yang lebih tipis dapat terpapar di area yang lebih jauh bergantung pada arah dan kecepatan angin," tutur Eko.
Secara historis, potensi bahaya longsoran tubuh Gunung Anak Krakatau merupakan ancaman bahaya permanen yang perlu selalu diwaspadai dan diantisipasi utamanya oleh instansi yang berwenang dalam peringatan dini bahaya ikutan gunungapi seperti tsunami.
"Longsoran tubuh gunungapi tidak dapat diprediksi waktu kejadian dan volumenya, serta tidak bergantung pada kondisi gunungapi ini sedang mengalami erupsi maupun tidak. Longsoran tubuh gunungapi dapat terjadi dengan atau tanpa diawali peningkatan aktivitas gunungapi," tutur Eko.