REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Kesehatan telah mendeteksi 3.914 kasus Covid-19 dengan varian Omicron sejak 15 Desember 2021 hingga 4 Februari 2022. Sebanyak 32 persen di antaranya terjadi pada orang yang sudah mendapatkan vaksinasi lengkap.
Juru Bicara Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Siti Nadia Tarmizi menjelaskan, pasien Omicron yang sudah vaksinasi lengkap persentasenya 32,4 persen dari total kasus Omicron. Sedangkan pasien yang belum vaksinasi sebanyak 1,4 persen.
Pasien Omicron yang belum sama sekali mendapatkan vaksinasi sebanyak 3 persen. Sisanya, 63,1 persen belum diketahui status vaksinasinya. "Ini datanya sedang kita verifikasi," ungkap Nadia dalam sebuah webinar, Sabtu (5/2/2022).
Dari presentasi tersebut, kata Nadia, tampak sebagian besar pasien Omicron adalah orang yang sudah vaksinasi lengkap. Namun demikian, hal ini bukan berarti vaksin tidak berguna.
Nadia menjelaskan, vaksin pada dasarnya tidak bisa sepenuhnya mencegah seseorang tertular virus corona. Ada faktor lain yang turut jadi penentu seperti kedisiplinan melaksanakan protokol kesehatan.
Selain itu, efikasi vaksin juga menurun seiring waktu. Efikasi vaksin juga menurun ketika menghadapi virus corona varian Omicron. Pada vaksin merek Pfizer, misalnya, yang efikasinya 80 persen turun menjadi 33 persen ketika menghadapi varian Omicron.
"Oleh karena itu sekarang banyak orang sudah divaksin tapi tetap positif Covid-19," ujarnya.
Menurut Nadia, meski daya tangkal vaksin berkurang terhadap varian Omicron, tapi terdapat manfaat lain bagi penerima vaksin. Pertama, ketika terinfeksi virus corona, dia akan bergejala ringan atau bahkan tak bergejala.
Penerima vaksin juga kecil kemungkinannya sampai bergejala parah hingga masuk rumah sakit. Sebab, vaksin Pfizer mampu menurunkan risiko perawatan di rumah sakit hingga 70 persen ketika berhadapan dengan varian Omicron. "Hal ini yang menjelaskan kenapa orang yang dirawat di rumah sakit atau yang membutuhkan perawatan intensif semakin berkurang," ungkap Nadia.