REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Bidang Pengembangan Profesi Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia (PAEI) Masdalina Pane mengatakan, narasi pemerintah mengenai varian Covid-19 Omicron membuat masyarakat menganggap mutasi ini tidak berbahaya. Anggapan publkk ini terlihat ketika tak ada perilaku panic buying di kalangan masyarakat.
"Peningkatan kasus Covid-19 sudah belasan bahkan puluhan ribu, dua kali lipat lebih tinggi dibandingkan pekan lalu tetapi pemerintah masih menganggap ini masih ringan-ringan saja. Misalnya menganggap Omicron tidak apa-apa, tak usah cemas atau panik," ujarnya, Jumat (4/2/2022).
Efeknya, ia melihat masyarakat menjadi tidak cemas, panik, bahkan sejak awal omicron muncul. Menurutnya, ini terlihat ketika tak ada perilaku publik melakukan panic buying yang tiba-tiba memborong barang-barang tertentu.
"Kita lihat saat ini tak ada kan. Saking tidak paniknya, masyarakat menjadi abai dengan yang sudah terjadi," katanya.
Padahal, dia melanjutkan, yang meninggal dunia akibat terpapar Omicron sudah lebih dari tujuh jiwa. Namun masyarakat masih menganggap Omicron tak apa-apa karena pemerintah mengatakan mutasi ini ringan-ringan saja.
Masdalina menegaskan, awareness dalam komunikasi risiko menjadi hal yang penting. "Tidak usah terlalu banyak pembicaraan terkait Omicron tetapi menuju ke masyarakat bahwa kasus Covid-19 meningkat dua kali lipat dibandingkan yang lalu," katanya.
Kemudian, dia melanjutkan, kini yang harus dilakukan adalah tinggal di rumah atau stay at home, kerja dari rumah (WFH), hingga hentikan pembelajaran tatap muka (PTM). "Kemudian, lakukan pelacakan dengan masif. Setelah itu kita lihat apakah kasus Covid-19 terus meningkat dan omicron mampu kita kendalikan," ujarnya.
Sepanjang Omicron tidak dikendalikan dan terus meluas ke seluruh wilayah Indonesia atau meningkat melebihi yang semestinya terjadi, dia melanjutkan, maka ini menunjukkan pengendalian Covid-19 di Indonesia tidak berlangsung efektif.