REPUBLIKA.CO.ID,BANDUNG-- Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Barat Setiawan Wangsaatmaja mengatakan, nilai Indeks Risiko Bencana (IRB) Provinsi Jabar dari tahun 2015 sampai 2020 per tahunnya selalu menurun. Pada tahun 2015, IRB Jabar di angka 168,15, kemudian pada 2016 di angka 163,18. Selanjutnya tahun 2017 di angka 158,52, pada 2018 di angka 152,13, dan tahun 2019 di angka 150,46.
"Tahun 2020, nilai IRB Jabar di angka 145,81, artinya masih pada risiko tinggi," ujar Setiawan, Kamis petang (4/2).
Setiawan mengatakan, di Jabar terdapat 11 kabupaten/ kota dengan Indeks Resiko Tinggi. Yakni Kabupaten Cianjur, Garut, Tasikmalaya, Sukabumi, Karawang, dan Bandung. Selain itu Kota Cirebon, Banjar, Kabupaten Cirebon, Subang, dan terakhir Kabupaten Pangandaran.
Sekda Setiawan menjelaskan, Jawa Barat menjadi wilayah yang dilalui "ring of fire" di Indonesia. Sehingga potensi bencana relatif tinggi.
Adapun fenomena kebencanaan di Jabar, kata dia, berdasarkan kejadian pada 2021, diantaranya bencana tanah longsor sebanyak 1.387 kejadian, dan puting beliung 676.
"Ada pula banjir 335 kejadian, kebakaran hutan/ lahan 40 kejadian, gempa bumi 25 kejadian, dan gelombang pasang enam kejadian," katanya.
Menurutnya, terdapat lima kabupaten/ kota dengan jumlah kejadian bencana tertinggi. Yakni Kabupaten Bogor 699 kejadian, Kabupaten Sukabumi 390 kejadian, Kota Bogor 209 kejadian, Kabupaten Ciamis 166 kejadian, dan Kabupaten Bandung 137 kejadian.
Oleh karena itu, Setiawan mendorong BPBD Jabar agar erat berkoordinasi dengan BPBD kota/ kabupaten, serta perangkat daerah terkait lainnya.
Menurutnya, kewaspadaan terhadap kebencanaan perlu terus ditingkatkan karena bencana bisa terjadi kapan saja.
Apalagi, kata dia, setelah diterapkannya penyederhanaan birokrasi di tubuh Pemda Provinsi Jabar, aparatur khususnya fungsional yang bekerja di BPBD harus semakin proaktif.
"Dengan begitu diharapkan akan hadir respons cepat penanggulangan bencana di Jawa Barat," katanya.