REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Pendorong gerobak yang terdampak relokasi pedagang kaki lima (PKL) Malioboro masih terus berupaya meminta kejelasan nasib kepada pemerintah. Paguyuban Pendorong Gerobak Malioboro (PPGM) menilai tidak mendapat perhatian dari pemerintah sebagai pihak terdampak dari relokasi yang sudah dilakukan sejak 1 Februari 2022.
Hingga saat ini, pendorong gerobak masih terlantung-lantung karena kehilangan pekerjaan. Pasalnya, pendorong gerobak di Malioboro menggantungkan hidupnya dari PKL.
Ketua PPGM, Kuat Suparjono mengatakan, pihaknya sempat ke Kantor Gubernur DIY untuk melakukan audiensi. Namun, pihak dari Pemda DIY tidak menemui pendorong gerobak.
"Paguyuban tidak putus asa berjuang sampai kita benar-benar mendapat jawaban dari pemda. Kemarin kita tidak ditemui karena ada pelantikan, kita akan coba lagi sampai kita ketemu dengan Pak Gubernur (DIY)," kata Kuat kepada Republika, Kamis (3/2).
Kuat menilai, pemerintah hanya fokus dengan relokasi PKL tanpa memberi perhatian kepada pihak terdampak lainnya, salah satunya pendorong gerobak. Padahal, kata Kuat, pendorong gerobak di kawasan Malioboro sudah lama mencari penghidupan dari PKL.
"Mereka fokus ke tempat relokasi, ke kelompok koperasi masing-masing (pedagang), tapi tidak melihat kelompok pendorong yang juga terdampak. Kita tidak satu tahun atau dua tahun (menjadi pendorong gerobak di Malioboro), ada yang sampai 27 tahun," ujarnya.
Pihaknya berharap agar pemerintah memberdayakan pendorong gerobak. Misalnya saja dengan memberi lapangan pekerjaan kepada pendorong gerobak di tempat baru yang ditempati oleh PKL.
Menurut Kuat, ada berbagai sektor pekerjaan yang dapat diisi oleh pendorong gerobak di lokasi baru yang ditempati PKL. Mulai dari tukang bersih, penjaga malam hingga tukang parkir.
Setidaknya, ada 91 pendorong gerobak yang terdampak relokasi PKL Malioboro. Namun, yang masuk dalam PPGM hanya 53 orang dari total tersebut. Hingga saat ini, seluruh anggota PPGM belum mendapatkan pekerjaan baru yang tetap. Sebab, pekerjaan sebagai pendorong gerobak menjadi pekerjaan utama.
"Kita ingin pemerintah memperhatikan, kalau dapat pekerjaan apapun akan kita terima. Miris kalau melihat teman-teman (pendorong gerobak), apalagi yang tidak punya pekerjaan sampingan, susah untuk menghidupi anak istri," jelas Kuat.