Rabu 02 Feb 2022 18:56 WIB

Reformasi KPU Prasyarat Perubahan Menuju Demokrasi Substantif

Partai-partai berjuanglah yang serius agar sistem pemilu dibuat sederhana.

Lambang KPU (ilustrasi).
Foto:

Keangotaan komisioner KPU harus dibagi dalam 2 kelompok:

1) Kelompok (A) adalah anggota komisioner KPU yang digaji (paid-employees) dari para akademisi professional yang sudah memiliki pengalaman dan pengetahuan menjadi penyelenggara pemilu yang dipilih lewat proses seleksi di DPR dengan jumlah 11 orang.

2) Kelompok (B) adalah wakil dari masing-masing partai politik yang tidak digaji (unpaid employees) sebanyak dua orang dari partai politik lolos ikut pemilu.

Bila tahun 2024 ada 20 partai politik, maka akan ada unpaid anggota komisioner dari wakil partai politik sebanyak 40 orang. Total anggota komisioner KPU; paid and unpaid employee sebanyak 51 orang.

3) Cara kerjanya?

Semua paid and unpaid komisioner KPU itu memiliki kekuasaan, tugas, tanggung-jawab dan access yang sama. Mereka adalah dua kelompok yang memiliki dua competing interest, satu kelompok berada sebagai penyelengara pemilu yang dekat dengan penguasa dan satu kelompok lagi juga berfungsi sebagai penyelenggara pemilu yang mewakili parpol.

Dua competing interest ini akan saling mengontrol dan mengawasi kerja komisioner KPU, sehingga tercipta system checks and balances dalam tubuh internal KPU. Mustahil 51 orang itu mau disogok semua dan menguntungkan satu atau dua partai politik.

Sedangkan cara pengambilan keputusan KPU, harus mengikuti tiga proses di bawah ini:

a) Semua keputusan KPU harus dilakukan pertama-tama adalah musyawarah untuk mufakat guna mencapai unanimous decision (consensus) 100 persen setuju.

b) Bila harus voting, maka jumlah anggota yang hadir harus memenuhi quarum minimal 3/4 anggota harus hadir. Tiga per empat dari 11 anggota komisioner KPU kelompok (A) ada 9 orang. Tiga per empat dari 40 anggota komisioner kelompok (B) ada 30 orang. Tiga per empat dari 51 anggota komisioner KPU adalah 39 orang harus hadir untuk memenuhi quorum, dengan pembagian sembilan orang dari kelompok (A) dan 30 orang dari kelompok (B).

Tapi disarankan untuk hadir 100 persen sebanyak 50 orang, kecuali mengejar dead-line atau emergency.

c) Dalam setiap voting KPU, maka yang setuju minimal harus 3/4 suara menyetujuinya. Ini sengaja dibuat sulit, agar kepentingan dan wakil dari semua partai politik terlibat dalam pemilu ikut dalam setiap voting KPU.

Dengan set up dan komposisi keanggotaan komisioner seperti di atas, kerja komisioner KPU akan terbuka, akan lebih transparan, akan independen dan sulit untuk kongkalikong merekayasa dan memanipulasi sistem IT, formulir C1 atau data error di situng KPU.

Karena banyak mata yang melihat dan data pemilu akan dimiliki oleh 51 orang dari dua competing interest. Kerja KPU dan proses atau mekanisme pemilu juga harus direformasi.

Pemilu adalah contest of bright ideas and way of thinking to solve problems faced by the people or constituents bagi para kandidat, bukan kontes baliho dummy yang misleading.

Jadi pemilu harus menjadi satu sistem, proses dan mekanisme penyaringan kandidat, bukan proses pamer kandidat lewat baliho. Mungkin sudah waktunya para komisioner KPU untuk belajar dan mengambil sisi baiknya dari sistem primari yang dilakukan di Amerika Serikat.

Ini tugas KPU pusat, provinsi dan kota yang perlu major trainings, supaya KPU daerah itu independen, lepas dari pengaruh dan kekuasaan KPU Pusat.

11. Begitu juga peran Bawaslu/DKPP jangan terkesan sebagai lembaga basa basi untuk pengawasan pilpres/pemilu.

12. KPK kalau tak netral bisa disalahgunakan untuk "mengkoruptorkan" atau "menggertak" seorang tokoh partai atau capres yang tidak disukai, maka KPK juga harus netral.

13. Mahkamah Konstitusi (MK) sering dianggap publik sebagai lembaga kontroversi dalam menghadapi kasus pilpres/pemilu. Terlalu panjang untuk diurai, tetapi hemat kami MK ini salah satu mata rantai pemilu/pilpres yang perlu dikritisi terus agar perannya menjadi lebih adil.

14. Lembaga/ tokoh asing yang diduga memberi pengaruh apalagi bantuan atas seorang capres/ partai tak boleh ditolerir. Diharamkan, pemilu/pilpres harus bebas dari "intervensi" asing.

Sudah saatnya pilpres/ pemilu bebas dari kendali apa yang disebut Ki Burhan sebagai "Konglo Busuk" yang membuat pilpres langsung/pemilu tidak berjalan fair dan demokratis. Sehingga sulit melahirkan presiden/ hasil pemilu yang diharapkan rakyat. Mereka hanya mengabdi pada majikan yang membiayainya.

Sistem pilpres perwakilan musyawarah di MPR relatif lebih menjamin lahirnya presiden yang diharapkan rakyat.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement