REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Kuasa hukum Ira Mambo dan terdakwa pelecehan seksual Herry Wirawan akan menanggapi (duplik) terhadap tanggapan (replik) jaksa penuntut umum (JPU) terhadap pembelaan atau pleidoi yang telah disampaikan beberapa waktu lalu.
Sebelumnya, JPU menanggapi pembelaan terdakwa dengan tetap menuntut hukuman mati dan kebiri. "Besok agendanya duplik," ujar Kasipenkum Kejaksaan Tinggi Jawa Barat Dodi Gazali Emil saat dihubungi wartawan, Rabu (2/2/2022).
Ia melanjutkan setelah duplik, sidang terakhir akan dilakukan yaitu sidang putusan. Sidang putusan akan dilaksanakan secara terbuka. Sedangkan jadwal sidang putusan akan bergantung majelis hakim.
"Tergantung majelis hakim menentukan jadwal (sidang putusan)," katanya.
Kuasa hukum terdakwa Herry Wirawan, Ira Mambo mengaku sudah menyiapkan bahan duplik yang akan disampaikan kepada majelis hakim dan JPU. Pihaknya saat ini belum dapat menyampaikan materi duplik yang akan disampaikan.
"Kalau intinya (isi duplik) kita tidak bisa karena sidang tertutup. Isinya duplik tetap pada mempertahankan pembelaan kita," katanya.
Sebelumnya, Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jabar Asep N Mulyana membacakan tanggapan atau replik terhadap pembelaan (pleidoi) Herry Wirawan maupun penasehat hukum pada sidang kasus pelecehan seksual di PN Bandung, Kamis (27/1/2022). Jaksa tetap menuntut terdakwa dengan hukuman mati ditambah hukuman kebiri.
"Dalam replik kami pada intinya kami tetap pada tuntutan semula dan memberikan penegasan beberapa hal pertama bahwa tuntutan mati diatur dalam regulasi diatur dalam ketentuan perundang-undangan artinya bahwa yang kami lakukan sesuai ketentuan yang berlaku," ujarnya kepada wartawan seusai sidang di PN Bandung, Kamis (27/1/2022).
Ia melanjutkan restitusi atau ganti rugi yang diajukan kepada terdakwa merupakan hasil perhitungan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Bahkan angka ganti rugi sebesar Rp 331 juta tidak sepadan dengan penderitaan korban.
"Kami menyampaikan kepada majelis hakim kami meminta agar yayasan dan aset terdakwa itu dirampas untuk negara dan dilelang hasilnya digunakan untuk restorasi korban baik untuk sekolah maupun kepentingan keberlangsungan hidup anak anak korban tanpa sedikit pun mengurangi tanggung jawab negara dan pemerintah melindungi korban," katanya.