Jumat 28 Jan 2022 20:18 WIB

Kasus Covid-19 Melonjak: Pekerja Diminta Kembali WFH, Tapi PTM Tetap 100 Persen

Menurut IDI, angka harian kasus Covid-19 saat ini sudah tidak aman untuk anak-anak.

Siswa antre untuk menjalani tes COVID-19 berbasis
Foto:

Ketua Satgas Covid-19 Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Zubairi Djoerban meminta pemerintah mengevaluasi kembal level dalam Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), agar Pembelajaran Tatap Muka (PTM) 100 persen bisa kembali ditunda. Menurutnya, angka harian kasus Covid-19 sudah tidak aman terutama untuk para anak.

"Untuk sekian kali. Tolong pertimbangkan pelaksanaan PTM 100 persen. Positivity rate Indonesia sudah mencapai 12 persen. Bahkan peringkat jumlah kasus baru mingguan kita sudah mengalahkan Afrika Selatan dan mendekati Malaysia di Worldometers. Terapkan mode sekolah virtual—untuk sementara dan menaikkan PPKM ke level lebih tinggi,"kata Zubairi dalam keterangannya, Jumat (28/1/2022).

Alangkah baiknya, kata Zubairi, daerah-daerah merah Covid-19 juga kembali menerapkan sekolah virtual. Sementara, daerah dengan angka positivity rate rendah, masih dimungkinkan untuk tetap menggelar PTM 100 persen.

"Ingat, keterisian rumah sakit telah naik lebih dari 30 persen saat ini," tegasnya.

Ihwal tingkat keterisian rumah sakit (RS) diamini Ketua Pokja Infeksi Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) sekaligus Dokter Spesialis Paru RSUP Persahabatan Erlina Burhan. Menurutnya, pasien Covid-19 yang dirujuk ke RSUP Persahabatan mengalami peningkatan seiring dengan meningkatnya kasus positif Covid-19 dalam beberapa hari terakhir.

Ia mengatakan, tingkat keterisian tempat tidur atau bed occupancy rate (BOR) di RSUP Persahabatan hampir 70 persen.

"Di RS Persahabatan terlihat tren peningkatan kasus, kasus yang dirawat dari kapasitas yang kami kami alokasikan saat ini, itu hampir 70 persen sudah terisi," kata Erlina Kamis (27/1).

Merespons desakan evaluasi PPKM, Menteri Kesehatan RI, Budi Gunadi Sadikin menyatakan, untuk evaluasi PPKM setiap daerah dilakukan setiap pekan. Dengan meningkatnya kasus Covid-19 beberapa hari terakhir, lanjut Budi, penerapan level PPKM akan tetap berbasis standar WHO.

"Asesmen level PPKM kita akan tetap menggunakan itu, asesmen level disusun berbasis standar WHO, ada mengenai transmisi, dan kesiapan dari daerahnya, dari transmisi yang kita ukur jumlah kasus per 100 ribu, hospitalisasi per 100 ribu dan kematian per 100 ribu. Level 1 itu 20/100.000 , hospitalisasi 5/100000 dan kematian 1/100000. Kami akan pertahankan definisi ini karena berlaku internasional," terang Budi dalam keterangannya dikutip, Jumat.

"Untuk review, kami lakukan tiap hari Senin, kalau ditanya ada perubahan tiap hari? Ada, akan lebih baik rutin perubahan kecuali ada benar-benar emergency sehingga masyarakat tidak bingung kalau terlampau sering perubahan," sambungnya.

Strategi pemerintah dalam menghadapi gelombang Omicron pun menurut Budi sedikit berbeda dengan menghadapi gelombang Delta. Meskipun gelombang Omicron penularannya sangat cepat, namun tingkat keparahannya rendah.

“Sebagian besar kasus Omicron adalah OTG atau asimtomatik atau gejala sakitnya ringan. Jadi hanya gejala pilek, batuk, atau demam yang sebenarnya bisa sembuh tanpa perlu dibawa ke rumah sakit,” ucap Budi.

 

photo
Syarat-syarat pasien Omicron bisa isoman di rumah - (Republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement