Kamis 27 Jan 2022 16:06 WIB

BNPT Ajak BRIN Pikirkan Langkah Penanggulangan Terorisme

Banyak variabel yang perlu didalami untuk melakukan upaya penanggulangan terorisme.

Rep: Ronggo Astungkoro / Red: Ratna Puspita
Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) mengajak Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) untuk bersama-sama memikirkan langkah penanggulangan terorisme. (Foto: Kepala BNPT Komjen Boy Rafli Amar)
Foto: ANTARA/Dhemas Reviyanto
Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) mengajak Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) untuk bersama-sama memikirkan langkah penanggulangan terorisme. (Foto: Kepala BNPT Komjen Boy Rafli Amar)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) mengajak Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) untuk bersama-sama memikirkan langkah penanggulangan terorisme. Sebab, banyak variabel yang perlu didalami dan disentuh untuk melakukan upaya penanggulangan terorisme. 

"Kami berharap ini menjadi peluang bagi BRIN dan dapat bersama-sama memikirkan bagaimana langkah-langkah penanggulangan terorisme. Ini bukan hanya satu faktor saja, melainkan banyak variabel yang perlu kita dalami dan sentuh dalam konsep pentahelix," ujar Kepala BNPT, Boy Rafli Amar, dikutip dari laman BRIN, Kamis (27/1). 

Baca Juga

Dengan kapasitas yang dimiliki oleh BRIN, kepala BNPT meyakini kualitas riset terkait penanggulangan terorisme akan makin akuntabel. Boy menambahkan pencegahan terorisme membutuhkan komitmen dari berbagai pihak dan riset sangat membantu menentukan arah kebijakan yang akan diambil. 

"Langkah-langkah strategis yang harus dilakukan BNPT bersama kementerian, lembaga, dan masyarakat. Kami juga sudah melakukan riset bekerja sama dengan perguruan tinggi," ujar Boy. 

Boy menganalogikan terorisme sebagai virus corona yang tidak terlihat serta korban radikalisme ada yang tidak bergejala dan bergejala. Ia menambahkan, terorisme bagai pandemi yang akan mereda oleh hadirnya vaksin.

Dia menilai, radikalisme juga membutuhkan vaksin agar dapat mereda ke depannya. "Vaksin tersebut kami garap di hulu, di antaranya mengenalkan nilai-nilai Pancasila, meningkatkan moderasi keagamaan, dan mengurangi potensi kekerasan," terang Boy. 

Boy mengatakan, riset yang perlu dilakukan di antaranya radikalisme di kalangan generasi muda, khususnya bagaimana anak muda menyikapi fenomena tersebut. Boy mengungkapkan, beberapa lembaga riset yang secara parsial di kota-kota tertentu telah melakukan riset tersebut. 

"Misalnya di Kota Bandung menunjukkan angka yang mengkhawatirkan. Kita perlu meningkatkan kewaspadaan kita. Semoga riset yang kita dilakukan nanti dapat menjaga keharmonisan dan keberagaman bangsa kita bisa lestari sepanjang masa," kata Boy. 

Menurut Boy, masalah terorisme dan radikalisme tidak lepas dari pengaruh-pengaruh global. Karena itu, Boy menjelaskan, korban radikalisme memang bukan orang Indonesia, melainkan berbagai negara.

Dia menyebutkan, lebih dari 2.100 korban terorisme di seluruh dunia yang tercatat, dan di antaranya hampir 70 persen masih ada. Nasibnya hingga hari ini beragam, ada yang dipenjara, pengangguran, meninggal dunia, maupun relokasi ke daerah konflik lainnya. 

"Masyarakat internasional yang hadir dalam kegiatan-kegiatan radikalisme bisa mencapai 30.000, mereka menjadi korban propaganda jaringan tersebut dengan tawaran-tawaran yang membuat mereka senang," kata dia. 

Kepala BRIN, Laksana Tri Handoko, mengatakan, pada prinsipnya BRIN sangat terbuka dan mendukung program BNPT. "Secara tradisional, kami sudah memiliki kajian seperti radikalisme, separatisme, nasionalisme, dan lainnya. Hasil kajian tersebut sudah digunakan oleh Kementerian Polhukam," kata dia. 

Dia menjelaskan, survei di BRIN multiaspek dan terintegrasi, tidak menyusun rekomendasi kebijakan secara terpisah, terlebih yang terkait isu-isu sensitif. BRIN mengintegrasikan isu-isu sensitif dengan isu lainnya. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement