Senin 24 Jan 2022 17:14 WIB

Komisi III: Restorative Justice di Luar Jawa Harus Ditingkatkan

Masih ada kasus-kasus di luar Pulau Jawa yang tak menerapkan keadilan restoratif.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Ratna Puspita
Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo (tiga kanan) mengikuti rapat kerja bersama Komisi III DPR di kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (24/1/2022). Rapat membahas evaluasi kinerja dan capaian Polri sepanjang 2021 dan rencana program kerja pada 2022.Prayogi/Republika
Foto: Prayogi/Republika.
Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo (tiga kanan) mengikuti rapat kerja bersama Komisi III DPR di kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (24/1/2022). Rapat membahas evaluasi kinerja dan capaian Polri sepanjang 2021 dan rencana program kerja pada 2022.Prayogi/Republika

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi III DPR Adies Kadir mengapresiasi penerapan keadilan restoratif atau restorative justice dalam penanganan perkara. Namun, ia berharap penerapannya lebih di tingkatkan di daerah-daerah luar Pulau Jawa.

"Di luar Jawa masih beragam respons, mungkin perlu SOP-nya untuk luar Jawa ini lebih ditekankan lagi agar betul-betul mengerti bagaimana yang dimaksud dengan restorative justice tersebut," ujar Adies dalam rapat kerja dengan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, Senin (24/1).

Baca Juga

Ia mengatakan, saat ini masih ada kasus-kasus di luar Pulau Jawa yang tak menerapkan keadilan restoratif. Harapannya, prinsip tersebut dapat membuat kepercayaan publik kepada Polri terus meningkat ke depannya.

"Restorative justice luar biasa, dampaknya bukan hanya ke kepolisian tapi juga dirasakan oleh masyarakat. Bahkan penegak hukum yang lain pun sudah memulai mengikuti restorative justice," ujar Adies.

Wakil Ketua Komisi III DPR Pangeran Khairul Saleh menyebut, penerapan restorative justice adalah terobosan luar biasa. Prinsip tersebut juga dapat menghemat banyak anggaran negara.

"Ada 11.811 perkara yang telah diselesaikan Ini sebuah terobosan hukum yang luar biasa dan sangat membantu masyarakat, termasuk percepatan penyelesaian perkara, penghematan anggaran negara," ujar Pangeran.

Listyo mengatakan, penerapan keadilan restoratif dalam penanganan perkara adalah bentuk komitmen Polri dalam memenuhi prinsip rasa keadilan. Polri menitikberatkan dalam upaya pencegahan dengan mengedepankan pendekatan restorative justice dan berpedoman pada Perpol Nomor 8 Tahun 2021 Tentang Penanganan Tindak Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif.

"Sepanjang tahun 2021 polri telah melakukan restorative justice terhadap 11.811 kasus. Jumlah ini meningkat sebanyak 28,3 persen dari tahun sebelumnya sebesar 9.199 kasus," ujar Listyo.

Selain itu, ada 1.062 Polsek di 343 Polres yang tak lagi melakukan penyidikan dan memprioritaskan mediasi. "1.062 Polsek di 343 Polres yang telah diubah kewenangannya hanya untuk pemeliharaan kamtibmas, tidak melakukan penyidikan," ujar Listyo.

Lebih dari seribu polsek tersebut saat ini fokus dalam membina masyarakat dan menyelesaikan permasalahan melalui pendekatan keadilan restoratif. Anggota di Polsek tersebut juga sudah mendapatkan pelatihan terkait hal tersebut.

"Anggota-anggota Polsek tersebut mendapatkan pelatihan secara khusus untuk memahami dan memiliki kemampuan fungsi binmas, intelijen, sabara, dan tentunya olah TKP," ujar Listyo.

Demi mendukung hal tersebut, Polri juga telah meluncurkan aplikasi Binmas Online. APlikasi tersebut bertujuan untuk membantu pelaporan dan pelatihan petugas Bhabinkamtibmas di daerah tugasnya.

"Pada tahun 2021 digunakan oleh 38.189 personel Bhabinkamtibmas atau 97,93 persen dari 38.995 personel Bhabinkamtibmas," ujar Listyo.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement