REPUBLIKA.CO.ID, BANJARNEGARA - Keberadaan rumah sakit khusus kebencanaan sangat dibutuhkan di berbagai wilayah Indonesia sebagai upaya penanganan korban bencana alam maupun nonalam. Pendapat ini disampaikan praktisi kesehatan Sulis Setianto.
"Wilayah Indonesia pada umumnya dan Banjarnegara pada khususnya merupakan wilayah yang sering terjadi bencana. Bahkan, Indonesia sudah memiliki konsep dan sistem dalam penanganan kebencanaan," katanya saat menjadi pembicara webinar internasional dengan tema "Disaster Management" yang diselenggarakan Rumah Sakit Islam (RSI) Banjarnegara, Jawa Tengah, Jumat (21/1/2022).
Kepala Ruang Instalasi RSI Banjarnegara itu mengatakan rumah sakit yang ada hingga saat sekarang sudah terbiasa menangani korban bencana alam. Namun belum ada RS yang khusus dijadikan sebagai rumah sakit kebencanaan.
Idealnya, kata dia, rumah sakit khusus kebencanaan tersebut ada di setiap wilayah sesuai dengan kondisi alam Indonesia termasuk di Banjarnegara yang merupakan daerah rawan longsor dan pergerakan tanah. "Dengan adanya rumah sakit khusus kebencanaan yang dilengkapi alat evakuasi medis secara lengkap, maka akan memudahkan dalam penanganan evakuasi," katanya.
Akan tetapi, sampai saat ini baru sistem yang terbangun dan tenaga-tenaga medis di rumah sakit diberi kemampuan atau keterampilan dalam penanganan bencana. "Rumah sakit yang ada sudah dibekali kemampuan untuk hal itu. Bencana bukan hanya alam, seperti kemarin bencana wabah di Indonesia sudah bisa melewatinya dengan kesiapsiagaan yang ada juga," jelas Sulis.
Direktur Politeknik Banjarnegara, Tuswadi, mengatakan banyak studi di dunia yang menyebut banyak permasalahan yang menimpa tenaga kesehatan termasuk perawat dan asisten perawat selama melaksanakan tugas. Menurut dia, permasalahan yang menimpa tenaga kesehatan berupa musculoskeletal injury (gangguan muskuloskeletal) di mana mereka menderita gangguan fungsi ligamen, otot, saraf sendi, dan tendon serta tulang belakang.
"Sebanyak 22 persen luka atau cedera dialami oleh para perawat ketika mengangkat pasien, 17 persen ketika memasang tempat tidur pasien, 13 persen ketika memindahkan dan mengubah posisi pasien, serta 15 persen ketika mengangkut dan menangkap pasien," paparnya.
Terkait dengan hal itu, dia menyarankan rumah sakit atau institusi layanan kesehatan untuk benar-benar memerhatikan jaminan kesehatan bagi para tenaga medis. Webinar internasional dengan tema "Distater Management" itu juga menghadirkan dua narasumber lain, yakni Fujikawa Yoshinori dari Waku Pro Hijiyama University Jepang dan Dadi Santosa dari Universitas Muhammadiyah Gombong.