REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) mengaku tidak akan menindaklanjuti perkara Lili Pintauli siregar. Wakil Ketua KPK itu terus disebut dalam sidang dugaan korupsi dengan terdakwa Stepanus Robin Pattuju.
"Ibu Lili Pintauli sudah kami sedangkan dalam pelanggaran etiknya, sekarang disebut dalam persidangan, kami belum melihat ada perbedaan apa," kata Ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean di Jakarta, Selasa (18/1).
Dia mengatakan, pelanggaran etik Lili telah diputus oleh dewas. Lanjutnya, kesaksian yang disampaikan mantan penyidik KPK, Stepanus Robin terkait Lili juga sama dengan sidang pelanggaran etik yang telah diputus Dewas beberapa waktu lalu.
"Karena kasusnya itu juga yang diceritakan penyidik Robin, bahwa dia (Lili) bertemu dengan Syahrial, dia menunjuk seorang pengacara, itu sudah kami sidangkan," katanya.
Dia mengatakan, Dewas baru akan menindak Lili jika ada dugaan pelanggaran etik yang lain. Dia melanjutkan, jika tidak ada maka perkara terkait Lili Pintauli Siregar dinyatakan sudah selesai.
"Tapi, kalau yang di persidangan itu juga barangnya, tak ada bedanya, nggak ada yang baru. Nah kalo ada yang baru tentu akan kami lakukan," katanya
Sebelumnya, Stepanus Robin Pattuju menegaskan bahwa Komisioner Lili Pintauli Siregar ikut memainkan perkara di KPK. Robin saat itu mengaku siap membongkar permainan Lili jika dikabulkan menjadi Justice Collaborator. Robin menegaskan Lili dibantu advokat Arief Aceh untuk beraksi. Dia mengatakan, Arief Aceh merupakan pengacara yang beracara di KPK semenjak Lili Pintauli menjabat sebagai wakil ketua KPK.
Terkait pelanggaran etik, Dewas telah menyatakan Lili Pintauli Siregar bersalah telah melanggar kode etik dan pedoman perilaku. Lili dinilai telah menyalahgunakan pengaruh pimpinan KPK untuk kepentingan pribadi.
Lili telah berhubungan langsung dengan pihak yang perkaranya sedang ditangani KPK yang diatur dalam Pasal 4 Ayat 2 Huruf b serta Peraturan Dewas Nomor 2 Tahun 2020. Alih-alih diberhentikan, Lili Pintauli hanya diberikan sanksi berat berupa pemotongan gaji pokok sebesar 40 persen selama 12 bulan.