Senin 10 Jan 2022 21:26 WIB

Pengamat: Mantan Napi tak Seharusnya Dipilih Jadi Pejabat Publik

Status narapidana bakal menyulitkan dia dalam menjalankan tugas ke depan.

Rep: Rizkyan Adiyudha/ Red: Andi Nur Aminah
Mantan narapidana- ilustrasi
Mantan narapidana- ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat kebijakan publik Universitas Nasional (Unas) Hilmi Ibrahim menilai bahwa Aparatur Sipil Negara (ASN) yang telah menyandang status pidana alias pernah mendapatkan hukuman berkekuatan hukum tetap sudah tidak pantas menduduki jabatan struktural. Menurutnya, status narapidana bakal menyulitkan dirinya dalam menjalankan tugas ke depan.

"Jika hukuman yang telah memiliki kekuatan hukum tetapnya, empat tahun atau lebih, maka pejabat yang bersangkutan akan dicabut statusnya sebagai pegawai negeri sipil atau PNS maupun Aparatur Sipil Negara atau ASN," kata Hilmi Ibrahim dalam keterangan, Senin (10/1).

Baca Juga

Dia mengatakan, kalau hukumannya di bawah empat tahun semisal tiga tahun atau bahkan hanya tiga bulan dan pejabat tersebut tidak dipecat, maka haknya sebagai PNS maupun ASN dikembalikan. Menurutnya, pidana penjara yang telah dijalaninya itu mengembalikan hak dia sebagai PNS.

Direktur Public Trust Institute (PTI) itu menjelaskan, seorang pejabat publik harus menceminkan sebagai panutan, salah satunya yakni tidak boleh tercela dan cacat moralnya. Namun demikian, sambung dia, hukuman yang telah dijalaninya itu tidak boleh membatasi hak dia untuk ikut seleksi atau dipilih menjadi pejabat publik atau menduduki posisi tertentu.

"Kalau dia dibatasi atau dilarang mengikuti lelang jabatan tertentu itu tidak boleh. Pelarangan itu melanggar hak azasi manusia (HAM)," katanya.

Dia mengatakan, pemilihan jabatan struktural ada di panitia seleksi (pansel). Dia melanjutkan,pansel jugalah yang seharusnya memilih calon yang tidak bermasalah dengan hukum namun tidak boleh juga melarang calon yang pernah memiliki status nara pidana.

Dia mengatakan, hukuman yang pernah dijalani oleh salah seorang calon hanya untuk catatan pansel agar memilih yang tidak memiliki cacat hukum. Namun, dia mengatakan, pansel tidak boleh menggugurkan dia sebagai calon sesuai dengan peraturan Menteri Dalam Negeri.

Hal tersebut disampailan Hilmi menyusul polemik di masyarakat berkaitan masih adanya pejabat yang berstatus atau pernah berstatus narapidana mengikuti seleksi terbuka sebagai sekretaris daerah maupun kepala dinas di beberapa provinsi dan Kota atau Kabupaten, termasuk di Kalimantan. "Secara moral kasihan pejabatnya. Hanya akan menjadi olok-olokan kalau dipilih. Mestinya itu digunakan oleh Pansel untuk tidak memilihnya. Kalau saya Panselnya, catatan hukum pernah dihukum empat bulan penjara itu, saya pertimbangkan untuk tidak meloloskan," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement