REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Pemerintah dinilai perlu melibatkan swasta secara lebih mendalam dalam keseluruhan program nasional vaksinasi Covid-19 mengingat terbatasnya kapasitas kesehatan publik yang ada menjelang vaksinasi dosis ketiga (booster)."Sektor swasta memiliki kapasitas untuk mengisi kesenjangan distribusi yang sampai saat ini masih menghambat program vaksinasi anti Covid-19 di Indonesia," kata Associate Researcher Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Andree Surianta dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu (5/1).
Menurut Andree, jika booster nanti hanya diizinkan untuk daerah yang cakupan dosis keduanya di atas 60 persen, maka hanya kurang dari sepuluh provinsi yang memenuhi syarat tersebut."Pemerintah perlu lebih giat mengusahakan pemerataan cakupan, salah satunya dengan melibatkan kapasitas swasta," katanya.
Data Kementerian Kesehatan memperlihatkan baru enam provinsi yang capaian vaksinasi dosis keduanya sudah di atas 50 persen, yaitu DKI Jakarta, Bali, Yogyakarta, Riau, Kalimantan Timur dan Jawa Tengah.Capaian vaksinasi dosis pertama di mayoritas provinsi sudah di atas 50 persen, kecuali Papua yang baru mencapai 28,55 persen."Jadi pekerjaan rumah pemerintah untuk meratakan akses warga kepada vaksinasi di seluruh Indonesia masih banyak," imbuhnya.
Keterlibatan sektor swasta, lanjut Andree, juga dapat membantu mengurangi beban sumber daya pemerintah sehingga memungkinkan pemerintah memfokuskan sumber dayanya pada intervensi lain yang sama pentingnya dalam penanganan pandemi ini, seperti meningkatkan edukasi publik mengenai vaksin dan meningkatkan kapasitas pengujian, penelusuran dan perawatan.
Sumber daya swasta juga dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan cakupan di berbagai mata rantai pasokan vaksin. Jaringan rumah sakit swasta yang luas sangat diperlukan untuk upaya pemantauan dan pemeliharaan kekebalan. Adapun keterbatasan jaringan cold chain atau rantai dingin di daerah terpencil dapat diatasi dengan memanfaatkan teknologi rantai dingin menggunakan energi terbarukan yang merupakan inovasi sektor swasta.
"Dengan begitu pemerintah bisa memperluas cakupan vaksinasi dengan lebih cepat. Pemberian booster juga penting, tetapi karena dibatasi untuk daerah yang capaian vaksinasi dosis pertama dan kedua sudah tinggi, maka pemerintah perlu menggenjot vaksinasi untuk daerah yang capaian vaksinasi dosis pertama dan keduanya masih rendah," tegas Andree.
Di sisi lain, ia menekan perlunya pengawasan ekstra supaya vaksin yang ditujukan untuk program vaksinasi nasional tidak digunakan untuk program vaksinasi booster berbayar. Menurut dia, pengalihan seperti ini bukan saja melanggar hukum, tetapi akan semakin memperparah ketimpangan vaksinasi yang ada."Jangan sampai terjadi vaksin pertama atau kedua yang gratis untuk masyarakat pedalaman malah beralih jadi vaksin berbayar ketiga untuk masyarakat perkotaan," katanya.