REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Ketua Fraksi PKS, Jazuli Juwaini mengatakan PKS konsisten memilih sebagai oposisi untuk pembelajaran politik bagi bangsa. Hal ini juga untuk menjaga demokrasi agar check and balances di parlemen tetap berjalan.
Pernyataan ini disampaikan Jazuli saat membuka 'Kaleidoskop dan Evaluasi Akhir Tahun Pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin’, Selasa (28/2021). Kegiatan yang diselenggaran Fraksi PKS DPR ini mengundang sejumlah pembicara, Wakil Ketua Fraksi Bidang Ekonomi dan Keuangan Ecky Awal Mucharam, dan Wakil Ketua Fraksi Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Sukamta. Hadir juga dua orang narasumber eksternal Ketua PP Muhammadiyah/Waketum MUI Anwar Abbas dan Ekonom Faisal Basri.
Jazuli Juwaini mengatakan evaluasi akhir tahun pemerintahan Jokowi ini adalah bentuk cinta PKS pada bangsa dan negara Indonesia. Menurutnya, PKS ingin memastikan kebijakan pemerintah berpihak pada rakyat, mendengarkan suara rakyat, dan menjamin sistem demokrasi berjalan dengan baik dan tidak dirusak praktek oligarki dan sentralisasi kekuasaan. Oposisi kami kritis dan konstruktif.
"Jika baik kita apresiasi dan dukung. Jika salah kita koreksi. Jumlah anggota PKS hanya 50 dari 575 anggota DPR tapi kami tak goyah membela rakyat,” kata Jazuli dalam siaran persnya.
Anggota Komisi I Dapil Banten ini mengatakan, sejumlah RUU yang diusulkan pemerintah mendapat kritik tajam bahkan penolakan tegas dari PKS. Penolakan ini, menurutnya, karena secara umum merugikan rakyat, tidak mendorong kemandirian nasional, dan bercorak liberalisasi ekonomi.
Undang-undang yang ditolak PKS, menurutnya, cenderung menguntungkan kepentingan oligarki pemilik kapital, melemahkan otonomi daerah/resentralisasi, dan prosesnya tidak partisipatif sehingga memperburuk kondisi demokrasi. UU tersebut antara lain Perppu 1/2020, UU Ciptaker, UU HPP, UU HKPD, UU Minerba, RUU IKN, dll.
"Kami sejak awal menolak RUU Ciptaker karena secara umum memang bermasalah dan merugikan rakyat kecil, petani, buruh, dan nelayan. Belakangan UU Ciptaker dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi. Kami juga berpendapat RUU pemindahan ibukota negara (IKN) belum perlu dan bukanlah hal yang mendesak. Prioritas saat ini adalah mengatasi pandemi dan memulihkan ekonomi rakyat yang sedang terpuruk," ungkapnya.
Fraksi PKS, lanjut Jazuli, menolak RUU HIP (Haluan Ideologi Pancasila) yang tidak berlandaskan pada TAP MPRS No. XXV/MPRS/1966 yang menimbulkan pertanyaan tentang arah ideologi Pancasila. Kemudian Perppu No. 1/2020 yang memberikan wewenang bagi eksekutif untuk mengalokasikan anggaran di masa pandemi tanpa persetujuan DPR hingga membuka celah abuse of power dan moral hazard. Fraksi PKS juga banyak memberikan catatan atas RAPBN dan alokasinya agar lebih menyentuh sektor riil dan rakyat kecil.