Rabu 29 Dec 2021 18:28 WIB

Menkes Akui Banyak Indikator Meleset pada 2021

Ada enam indikator capaian sasaran pokok RPJMN.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Mas Alamil Huda
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan, ada enam indikator capaian sasaran pokok Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) bidang kesehatan membutuhkan intervensi khusus. Namun, beberapa indikator itu tak tercapai di tahun ini.
Foto: Republika/Abdan Syakura
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan, ada enam indikator capaian sasaran pokok Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) bidang kesehatan membutuhkan intervensi khusus. Namun, beberapa indikator itu tak tercapai di tahun ini.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin mengatakan, ada enam indikator capaian sasaran pokok Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) bidang kesehatan membutuhkan intervensi khusus. Namun, beberapa indikator itu tak tercapai pada tahun ini.

"Saya akui memang pada 2021 ini beberapa indikator meleset karena waktu kita dan tenaga kita sebagian besar digunakan untuk menangani pandemi," kata Budi di kantor Kementerian PMK, Jakarta, Rabu (29/12).

Baca Juga

Dalam RPJMN 2020-2024, Kemenkes RI diminta untuk mengatasi lima persoalan kesehatan, yakni meningkatkan kesehatan ibu dan anak, mempercepat perbaikan gizi masyarakat, meningkatkan pengendalian penyakit, gerakan masyarakat sehat, dan memperkuat sistem kesehatan.

Indikator yang meleset pada 2021, di antaranya angka kematian ibu, capaian target imunisasi dasar, prevalensi stunting, insidensi tuberkolosis, serta dua hal terkait dengan perilaku masyarakat, yakni persentase merokok usia muda dan persentase obesitas.

Dalam upaya intervensi yang dilakukan pada angka kematian ibu dimulai dari sisi pemenuhan sarana prasarana puskesmas untuk keperluan kelahiran dasar dan layanan kelahiran darurat.

"Kami men-deployed alat USG (ultrasonografi) karena saya juga baru sadar bahwa tidak semua puskesmas kita memiliki USG sehingga banyak yang kelahirannya ibunya meninggal karena kondisi anaknya tidak diketahui," ujarnya.

Selain itu, Kemenkes juga mewajibkan pemeriksaan kehamilan yang lebih intens, di mana sebelumnya hanya empat kali menjadi enam kali dan dua di antaranya harus melibatkan dokter untuk mendeteksi dini potensi gangguan kesehatan ibu hamil.

Pada indikator imunisasi dasar anak 12-23 bulan pun tidak memenuhi target imunisasi karena adanya pengerahan tenaga kesehatan fokus pada vaksinasi Covid-19. Ia mengakui vaksinasi dasar sangat tertinggal selama masa pandemi.

"Saya melihat juga ini agak bahaya melihat bahwa ini masa depan yang harus diproteksi," katanya.

Intervensi yang dilakukan Kemenkes adalah mengintegrasikan semua sistem informasi vaksinasi dengan Covid-19. "Karena vaksinasi Covid-19 memiliki sistem informasi yang paling bagus," katanya.

Vaksinasi dasar juga diperluas dengan melibatkan fasilitas klinik kesehatan yang jumlahnya saat ini lebih banyak dari puskesmas. Sistem registrasi pun mulai secara digital.

"Sehingga para petugas puskesmas bisa lihat secara geo tagging di Google Maps rumah-rumah mana sih yang belum divaksinasi bekerja sama dengan Dukcapil," katanya.

Target mengatasi stunting, kata Budi, pemerintah telah membagi beban penanggulangannya bersama kementerian dan lembaga terkait, di antaranya Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, serta Kementerian Pertanian.

Intervensi yang dilakukan Kemenkes adalah mempersiapkan ibu untuk lahir. Sebab, 40 persen dari stunting disebabkan ibunya pada saat lahir tidak siap.

"Jadi, kecukupan zat besi itu merupakan hal penting. Begitu lahir 1.000 hari pertama, itu penting sekali, perlu penimbangan yang tepat yang rajin setiap bulan pengukuran tinggi juga," katanya.

Kemenkes juga sedang mendorong digitalisasi pelaporan berat badan dan tinggi anak menggunakan alat ukur digital yang langsung terkoneksi ke pemerintah pusat. Pada persoalan tuberkolosis, kata Budi, Kemenkes sedang mengintegrasikan mekanisme survailens pasien dengan sistem Covid-19.

"Sebenarnya sakitnya mirip dengan Covid-19, pernapasan, disebabkan virus juga, deteksi sama, tapi penanganannya tidak sekuat Covid-19. Yang dipakai selalu angka perkiraan," katanya.

Selanjutnya adalah intervensi menekan persentase merokok melalui upaya edukasi secara masif dengan melibatkan influencer dari profesi Youtubers agar lebih modern dan dapat diterima oleh konsumen rokok usia muda.

"Pola edukasi kami ubah yang lebih kekinian. Kami akan ajak YouTubers edukasi orang-orang muda untuk memberikan contoh bahwa ini bukan merupakan kebiasaan yang sehat," katanya.

Begitu pun dengan pola intervensi pada persoalan obesitas. Karena bahayanya jangka panjang, Kemenkes ingin memastikan pola makan, pola gerak orang Indonesia dapat dipahami secara baik dan benar.

"Kami melihat baik rokok maupun obesitas strateginya lebih ke pendidikan promosi," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement