REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah menggugat 31 korporasi secara perdata terkait kebakaran hutan dan pencemaran lingkungan sepanjang 2015-2021. Meski 14 perkara di antaranya telah inkracht atau sudah mempunyai kekuatan hukum tetap, tapi belum semuanya dieksekusi.
Direktur Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan KLHK Rasio Ridho Sani menjelaskan, 14 perkara itu total nilai ganti ruginya sebesar Rp 20,7 triliun. Tapi, baru tiga perkara yang dieksekusi atau telah dibayarkan oleh perusahaan nilai ganti ruginya. Hasil eksekusi tiga perkara itu Rp 131,1 miliar. Rasio mengakui adanya kemandekan dalam proses eksekusi perkara lingkungan ini.
"Memang tingkat keberhasilan eksekusi kita dalam kasus perdata ini di Indonesia ini masih kecil. Tidak hanya kasus lingkungan yang mengalami kemandekan eksekusi ini, tapi juga kasus-kasus yang lain," katanya dalam acara Refleksi Akhir Tahun KLHK di Jakarta, Senin (27/12).
Rasio pun berharap pihaknya mendapat masukan dari pakar hukum maupun praktisi terkait eksekusi kasus perdata ini. Dia ingin, Dirjen Gakkum KLHK bisa mempercepat proses eksekusi yang kini mandek.
Selain gugatan perdata, kata dia, Ditjen Gakkum KLHK juga menerima 941 pengaduan terkait persoalan lingkungan sepanjang 2021. Pihak yang diadukan adalah 488 perusahaan dan 453 nonperusahaan. Sebanyak 518 pengaduan di antaranya diselesaikan dengan memberikan sanksi administratif.