Senin 27 Dec 2021 20:43 WIB

Pemprov DKI: Kenaikan UMP 5,1 Persen Diputuskan Bersama

Keputusan menaikkan UMP Jakarta melibatkan beberapa pihak, termasuk pengusaha.

Perubahan kenaikan upah minimum Provinsi (UMP) DKI Jakarta menjadi sebesar 5,1 persen tidak diputuskan sepihak. Keputusan tersebut melibatkan beberapa pihak, termasuk pengusaha. Foto: Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan berorasi saat menemui buruh yang berunjuk rasa.
Foto: Antara/Indrianto Eko Suwarso
Perubahan kenaikan upah minimum Provinsi (UMP) DKI Jakarta menjadi sebesar 5,1 persen tidak diputuskan sepihak. Keputusan tersebut melibatkan beberapa pihak, termasuk pengusaha. Foto: Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan berorasi saat menemui buruh yang berunjuk rasa.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Energi (Disnakertransgi) DKI Jakarta Andri Yansyah menegaskan, perubahan kenaikan upah minimum Provinsi (UMP) DKI Jakarta menjadi sebesar 5,1 persen tidak diputuskan sepihak. Keputusan tersebut melibatkan beberapa pihak, termasuk pengusaha.

Andri mengatakan, sebelum menetapkan perubahan kenaikan UMP, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta telah melakukan pembicaraan di Dewan Pengupahan yang dihadiri oleh unsur pemerintah, pengusaha, dan serikat pekerja. "Tidak ada sepihak. Penetapan ini didasarkan pembicaraan di dewan pengupahan yang dihadiri oleh unsur pemerintah, serikat, dan pengusaha," ujar Andri di Gedung DPRD DKI Jakarta, Senin (27/12).

Baca Juga

Andri mengakui, pada saat perundingan, memang tidak ada kesepakatan antarunsur terkait kenaikan UMP sebesar 5,1 persen. Meski begitu, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan tetap mengubah kenaikan UMP menjadi sebesar 5,1 persen atau senilai Rp 225.667 berdasarkan sejumlah kajian.

Kajian tersebut meliputi kebijakan Bank Indonesia (BI) yang memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2022 mencapai 4,7 persen sampai dengan 5,5 persen, prediksi inflasi yang akan terkendali sekitar 3 persen (2-4 persen) dan proyeksi Institute For Development of Economics and Finance (Indef) yang memproyeksikan tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2022 sebesar 4,3 persen.

"Pak Gubernur sesuai dengan ketentuan harus menetapkan sepakat atau tidak sepakat, angka yang dirumuskan di depan dewan pengupahan antara pemerintah, asosiasi, dan serikat itu harus diputuskan," katanya.

Andri mencontohkan, setiap tahun sebelum atau setelah pandemi Covid-19, kenaikan UMP selalu mendapatkan penolakan dari pihak terkait. Meski demikian, Pemprov DKI harus tetap memutuskan kenaikan besaran UMP sesuai dengan kajian.

"Selama ini tidak ada kesepakatan, bukan hanya tahun 2022, ini tahun kemarin 2021 ada kesepakatan enggak? Tidak. Artinya kami tetap melibatkan dewan pengupahan, tetapi kesepakatan untuk tidak sepakat dalam setiap kali dewan pengupahan itu tetap dilaksanakan," ujar Andri.

Karena itu, Andri Yansyah menegaskan, keputusan Pemprov DKI Jakarta mengubah kenaikan UMP tahun 2022 sebesar 5,1 persen sudah final. Dia menyebutkan, pihaknya tidak akan merevisi besaran kenaikan UMP DKI Jakarta sebesar 5,1 persen atau senilai Rp 225.667.

Pemprov DKI Jakarta telah menerbitkan Surat Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 1517 tentang UMP Tahun 2022 yang diteken Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan pada 16 Desember 2021. SK tersebut resmi berlaku mulai 1 Januari 2022.

Andri menjelaskan, dalam SK tersebut ada kebijakan kenaikan UMP sebesar 5,1 hanya bagi sektor usaha yang mengalami pertumbuhan saat pandemi Covid-19. "5,1 tidak direvisi kembali, tetapi dalam SK tersebut diberikan ruang terhadap perusahaan-perusahaan yang tidak mengalami pertumbuhan pada saat pandemi Covid-19," ujarnya.

Meski begitu, Andri belum bisa menjelaskan nilai kenaikan UMP DKI Jakarta Tahun 2022 bagi sektor yang terdampak Pandemi Covid-19. "Bagi pengusaha yang memang nggak tumbuh akan dibahas lagi di Dewan Pengupahan," katanya.

Bila menilik dari SK Gubernur DKINomor 1517 yang diterbitkan Anies pada Diktum Ketiga diwajibkan bagi pengusaha untuk menerapkan UMP di perusahaan sesuai dengan kemampuan dan produktivitas. "Pengusaha wajib menyusun dan menerapkan struktur dan skala upah di perusahaan dengan memperhatikan kemampuan perusahaan dan produktivitas sebagai pedoman upah bagi pekerja/buruh dengan masa kerja satu tahun atau lebih," bunyi Diktum Ketiga SK tersebut.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement