REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi DKI Jakarta, Andri Yansyah, menampik adanya penetapan upah minimum provinsi (UMP) DKI 2022 yang diputuskan sepihak.
Menurut dia, penetapan itu didasarkan pada pembicaraan di dewan pengupahan yang dihadiri oleh unsur pemerintah, serikat dan pengusaha, meskipun tidak ada kesepakatan yang dibuat di dalamnya.
“Tidak ada (keputusan) sepihak,” kata Andri saat dipanggil ke rapat Komisi B DPRD DKI Jakarta, Senin (27/12).
Menurut Andri, dalam pertemuan bersama dewan pengupahan, memang tidak ada kesepakatan yang dihasilkan, layaknya pada keputusan UMP tahun sebelum-sebelumnya. Tetapi, kata dia, yang disampaikan di dewan pengupahan hanya pertimbangan soal rekomendasi.
“Iya kan mempertimbangkan dan merekomendasikan, tidak hanya sekarang ini, tapi juga tahun sebelumnya,” ucap dia.
Dia menegaskan, keputusan itu diketahui di antara para unsur yang terlibat di dewan pengupahan DKI Jakarta. Lanjut dia, keputusan yang dilakukan Gubernur DKI Jakarta dalam menetapkan UMP 5,1 persen menjadi Rp 4.641.854 per Januari 2022, sesuai dengan ketentuan.
“Dan selama ini tidak ada kesepakatan soal itu, bukan hanya 2022 ini, tahun kemarin 2021 ada kesepakatan ga ? Tidak. Artinya, kami tetap melibatkan dewan pengupahan, tetapi, kesepakatan untuk tidak sepakat dalam setiap kali dewan pengupahan itu tetap dilaksanakan,” lanjut dia.
Dia menyebutkan, semua unsur memang memiliki usulan masing-masing. Kendati demikian, semuanya masih sebatas ada di berita acara.
Andri tak menampik keputusan itu yang tidak sejalan dengan Peraturan Pemerintah No.36 Tahun 2021 tentang pengupahan. Kendati demikian, pihak dia diakui Andri, berkaca berdasarkan pertimbangan proyeksi Bank Indonesia (BI), tanggapan Bappenas dan angka-angka yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS).
“Pokoknya kami hanya menetapkan angka 5,1 yaitu berdasarkan tadi,” ucapnya.