REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Satgas Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Mei Neni Sitaresmi mengatakan, Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) atau efek samping pada anak usia 6-11 usai divaksinasi dapat terjadi karena kesalahan prosedur. Salah satunya kesalahan dalam tahap skrining anak.
Oleh karenanya, Mei meminta para orang tua untuk jujur menjelaskan kondisi kesehatan anaknya saat proses skrining. "KIPI bisa dicegah dengan screening yang baik. Oleh karena itu orang tua harus jujur saat dilakukan skrining," kata Mei, saat konferensi pers daring, Jumat (24/11).
Jika orang tua tak menjelaskan kondisi anaknya, bisa saja sang anak menjalani vaksinasi ketika tubuhnya tidak dalam kondisi prima. Jika orang terbuka, kata dia, maka petugas skrining bisa membuat keputusan yang tepat apakah tetap divaksinasi atau tidak.
Apabila anak dalam kondisi demam, dia menyarankan agar orang tua tak memaksa anak untuk ikut vaksinasi. Sebaiknya orang tua fokus menyembuhkan demam sang anak terlebih dahulu.
Apabila orang tua tak mengetahui secara pasti kondisi kesehatan anaknya, Mei menyarankan agar berkonsultasi ke dokter. "Dokter akan memberikan rekomendasi kalau memang layak diberikan. Sebab, anak-anak dengan kondisi khusus mempunyai risiko lebih tinggi kalau dia terinfeksi dengan segala komplikasinya," kata dokter spesialis anak ini.
Selain itu, Mei juga mengingatkan agar orang tua tak menakuti-nakuti anak soal vaksinasi. Sebab, hal itu dapat memunculkan KIPI pada anak lantaran panik atau ketakutan. Hal ini dinamakan immunization strees-related response (ISRR). "Ternyata reaksi vaksin itu bukan semua karena reaksi vaksin, tapi ada cukup banyak (karena) ISRR," kata Mei.
Untuk diketahui, vaksin yang diperbolehkan bagi anak usia 6-11 tahun adalah mereka Sinovac. Kementerian Kesehatan menyebut, Sinovac digunakan untuk anak karena KIPI-nya tergolong ringan.