Kamis 23 Dec 2021 19:08 WIB

Eks Wali Kota Banjar Jadi Tersangka Suap dan Gratifikasi

Herman Sutrisno diduga menerima berbagai komisi dari para kontraktor proyek.

Rep: Rizkyan Adiyudha/ Red: Ilham Tirta
Ketua KPK Firli Bahuri (tengah) menyampaikan keterangan pers terkait penahanan tersangka (ilustrasi).
Foto: Antara/Reno Esnir
Ketua KPK Firli Bahuri (tengah) menyampaikan keterangan pers terkait penahanan tersangka (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Wali Kota Banjar periode 2003 hingga 2013, Herman Sutrisno (HS) sebagai tersangka penerima suap dan gratifikasi. Herman terjerat kasus dugaan suap proyek pengerjaan infrastruktur pada Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, Perumahan dan Kawasan Permukiman (PUPRPKP) Kota Banjar.

Herman ditetapkan tersangka bersama bersama Direktur CV Prima, Rahmat Wardi. "KPK menyayangkan masih terjadinya praktik kongkalikong antara kepala daerah dan pelaku bisnis melalui berbagai modus korupsi untuk memperkaya diri sendiri maupun kelompoknya," kata Ketua KPK, Firli Bahuri dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (23/12).

Baca Juga

Firli mengatakan, peningkatan perkara dan status tersangka dilakukan setelah ditemukan bukti permulaan yang cukup. Perkara bermula dari kedekatan Herman dengan Rahmat yang merupakan salah satu pengusaha jasa konstruksi di Kota Banjar.

Kedekatan itu diduga membuka peran aktif Herman untuk memberikan kemudahan bagi Rahmat mendapatkan izin usaha, jaminan lelang, dan rekomendasi pinjaman bank agar mendapatkan beberapa paket proyek pekerjaan di Dinas PUPRPKP Kota Banjar. Rahmat dengan beberapa perusahaannya mengerjakan 15 paket proyek pekerjaan pada Dinas PUPRPKP Kota Banjar antara tahun 2012 hingga 2014. Total nilai proyek yang dikerjakan mencapai Rp 23,7 miliar.

Firli mengatakan, Rahmat memberikan fee antara 5 hingga 8 persen dari nilai proyek atas kemudahan yang diberikan Herman. Sekitar Juli 2013, Herman diduga memerintahkan Rahmat melakukan peminjaman uang ke salah satu bank di Kota Banjar.

Nilai pinjaman yang disetujui sekitar Rp 4,3 miliar. Nominal tersebut kemudian digunakan untuk keperluan pribadi Herman dan keluarganya dengan cicilan pelunasan pinjaman tetap menjadi kewajiban Rahmat.

Rahmat diyakini beberapa kali memberikan fasilitas pada Herman dan keluarganya, di antaranya tanah dan bangunan untuk pendirian Stasiun Pengisian dan Pengangkutan Bulk Elpiji (SPPBE) di Kota Banjar. Rahmat juga diduga memberikan sejumlah uang untuk biaya operasional Rumah Sakit Swasta yang didirikan oleh Herman.

KPK meyakini Herman juga banyak menerima pemberian sejumlah uang dalam bentuk gratifikasi dari para kontraktor dan pihak lainnya yang mengerjakan proyek selama masa kepemimpinannya. Saat ini, tim penyidik masih terus melakukan penghitungan jumlah nilai penerimaan gratifikasi dimaksud.

Firli mengatakan, tim penyidik KPK telah memeriksa sekitar 127 saksi. Kedua tersangka akan menjalani penahanan selama 20 hari pertama hingga 11 Januari nanti untuk memaksimalkan pemberkasan perkara. Herman ditempatkan di Rutan KPK pada gedung Merah Putih sedangkan Rahmat di Rutan KPK Kavling C1.

"Untuk selalu hati-hati dan mengantisipasi penyebaran Covid-19 di lingkungan Rutan KPK, para tersangka akan dilakukan isolasi mandiri selama 14 hari pada rutan dimaksud," kata Firli.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement