Kamis 23 Dec 2021 16:07 WIB

Ini Hasil Penelitian IPB Terhadap GLOW KRB

Tak hanya tumbuhan, hadirnya cahaya artifisial dari GLOW berdampak pada satwa liar.

Rep: Shabrina Zakaria/ Red: Bilal Ramadhan
Badan Riset dan inovasi Nasional (BRIN) bersama sejumlah pihak lintas bidang Organisasi Riset (OR) dan peneliti IPB University, melakukan penelitian dampak cahaya buatan dari wisata malam GLOW, terhadap flora dan fauna yang ada di Kebun Raya Bogor (KRB).
Foto: PT Mitra Natura Raya
Badan Riset dan inovasi Nasional (BRIN) bersama sejumlah pihak lintas bidang Organisasi Riset (OR) dan peneliti IPB University, melakukan penelitian dampak cahaya buatan dari wisata malam GLOW, terhadap flora dan fauna yang ada di Kebun Raya Bogor (KRB).

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR — Peneliti dari IPB University memaparkan hasil studi pustaka, yang dilakukan terhadap cahaya artifisial atau Artificial Light at Night (ALAN), yang digunakan dalam wisata malam GLOW di Kebun Raya Bogor (KRB).

Berdasarkan pengetahuan yang terhimpun sampai saat ini, dampak dari ALAN terhadap kehidupan tumbuhan dan satwa negatif dan penting untuk diketahui khalayak.

Baca Juga

“Pengaruh cahaya artifisial akan mengganggu ekofisiologi tumbuhan, perilaku satwa dan dapat meningkatkan mortalitas pada satwa,” ujar Ketua Tim Peneliti, Damayanti, di Kampus IPB Baranangsiang, Kamis (23/12).

Damayanti menyebutkan, awalnya Tim Peneliti yang dipimpin olehnya hendak melaksanakan studi terhadap GLOW dalam waktu singkat. Akhirnya pihaknya melakukan studi pustaka atau literature review, terhdap cahaya artifisial yang digunakan pada GLOW.

Dari kajian ilmiah yang hadir sejauh ini, Damayanti mengatakan, banyak studi terhadap cahaya artifisial terhadap flora fauna. Di samping itu, dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Bogor 2011-2031, KRB merupakan kawasan kelestarian alam untuk perlindungan plasma nutfah.

“Jadi ketika sudah masuk kawasan pelestarian, ada konsekuensi bila akan dikembangkan untuk usaha komersial,” tutur Damayanti.

Ia menjelaskan, jika wisata malam GLOW diberlakukan, cahaya artifisial yang dihasilkan bisa menyebabkan gangguan lingkungan. Lantaran mengubah ritme jam biologi, khususnya tumbuhan yang ada di KRB.

Bila ada cahaya artifisial pada malam hari, sambung dia, akan terjadi fotosintesis yang akan menurunkan laju pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan. Apalagi pada tumbuhan sukulen atau kaktus, yang ada di Taman Meksiko yang menjadi salah satu kawasan GLOW. Dimana pengikatan CO2 di udara pada malam gelap bisa berkurang.

“Cahaya artifisial ini juga mengganggu interaksi tumbuhan dan koordinatornya. Bisa serangga, kelelawar. Bahkan beberapa studi menunjukkan akan ada perbuahan metabolisme dalam sel-sel tersebut. Bahkan bisa menuju pada kematian pada pohon berusia ratusan tahun,” jelasnya.

Tak hanya pada tumbuhan, lanjutnya, hadirnya cahaya artifisial dari GLOW dapat berdampak pada satwa liar baik dari sisi ekologi maupun fisiologi. Serta berpengaruh pada serangga, dan serangga penyerbuk.

“Misalnya pada serangga yang mudah beradaptasi. Serangga bisa mengubah perilakunya yang biasanya aktif di malam hari, justru menjadi inaktif karena ada cahaya artifisial,” kata Damayanti.

Dengan adanya studi pustaka ini, Damayanti mengatakan, Tim Peneliti IPB menyarankan agar KRB mengentikan kegiatan GLOW yang menggunakan cahaya artifisial. Badan Riset  dan Inovasi Nasional (BRIN) juga harus memenuhi syarat-syarat yang tertera dalam Peraturan Pemerintah No 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan peraturan UU No 32 Tahun 2009 yaitu: melakukan studi kelayakan (feasibility study) tentang kajian dampak lingkungan hidup (AMDAL) berdasarkan sains yang solid dan kuat.

“Yang masih jadi pertanyaan, apakah proyek GLOW sudah didahului oleh feasibility study? Sejauh mana cahaya artifisial berdampak terhadap fisiologi tumbuhan, komunitas satwa, dan bahkan mengancam integritas KRB sebagai suatu ekosistem?” imbuhnya.

Anggota Tim Peneliti, Triadiati, menambahkan pihaknya juga melaksanakan penelitian langsung di lokasi GLOW KRB. Bersama dengan tim dari KRB yang juga disetujui oleh BRIN dari proposal yang diajukan.

Penelitian itu, kata dia, dilakukan selama empat jam setiap akhir pekan, dalam enam bulan ke depan. Dengan tujuan, dampak yang dihasilkan nyata, sesuai dengan rencana dibukanya GLOW nanti.

“Jadi mohon ditunggu. Itu paling cepat bisa kamj lakukan jntuk bisa mengambil data, itu kajian untuk melihat perubahan metabolisme dalam sel. Kalau dilihat pada sel ada perubahan, pasti di level individu akan ada perubahan,” jelas Tri.

Sementara itu, Kepala Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LPPM) IPB, Ernan Rustiadi, mengatakan kajian ini sebelumnya sudah disampaikan ke lingkup pimpinan IPB secara internal. Serta disampaikan ke Wali Kota Bogor yang meminta kajian soal GLOW di KRB.

“Kami berharap semua bisa melihat pandangan IPB secara formal melalui kajian ini yang berbasis pada perspektif ilmiah. Hasil kajian ini juga dibuat buku, dibagikan terbuka kepada publik,” pungkasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement