Kamis 23 Dec 2021 02:00 WIB

Perempuan Indonesia Masih Dihantui Kekerasan Seksual

Kekerasan seksual yang bisa terjadi di berbagai ranah kehidupan.

Rep: Ferbryan. A/Febrianto Adi Saputro/Amri Amrullah/ Red: Agus Yulianto
KAMPANYE ANTI KEKERASAN. Wakil Ketua Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) Masruchah (kanan) bersama Komisioner Ketua Sub Komisi Partisipasi Masyarakat, Andy Yentriyani (kiri) menjawab pertanyaan wartawan mengenai kampanye Ha
Foto:

Budaya bungkam yang keliru

Momentum peringatan Hari Ibu, pada 22 Desember 2021 kali ini menjadi semangat Komnas Perempuan memperjuangkan kelanjutkan nasib Rancangan Undang Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS). Sebelumnya, RUU TPKS ini tertunda kembali masuk dalam agenda pengesahan di Paripurna DPR RI akhir tahun ini.

Andy mengungkapkan, pada 2021 ini perempuan Indonesia belum mendapatkan rasa aman dari ancaman kekerasan, terutama kekerasan seksual. Menurut dia, percepatan pewujudan kesetaraan antara laki-laki dan perempuan perlu dipastikan sebab ketimpangan berbasis gender adalah akar dari tindak kekerasan terhadap perempuan.

Sementara itu, kebijakan yang diharapkan menjadi payung hukum bagi para korban kekerasan seksual untuk mendapat perlindungan dan keadilan, yaitu RUU TPKS tak kunjung disahkan. "Sayangnya, belum kunjung disahkan sebagai RUU inisiatif DPR RI hingga sekarang," kata dia.

Komnas Perempuan melihat budaya bungkam di kalangan perempuan, akibat adanya relasi kuasa dan intimidasi telah mempersulit mengungkap kejahatan seksual ini. Bahkan masih ada anggapan “keliru” yang masih mengakar dalam masyarakat mengenai kekerasan seksual sebagai aib yang harus ditutupi. Inilah, menurut Andy, yang menyebabkan banyak korban kekerasan tidak mendapat perlindungan dan keadilan.

Untuk itu, Komnas Perempuan menegaskan perlu penguatan payung hukum segera dalam hal ini RUU TPKS yang harus disahkan menjadi Undang Undang. RUU ini sudah diusulkan oleh Komnas Perempuan bersama Jaringan Masyarakat Sipil dan Forum pengada layanan sejak tahun 2012 dan masuk dalam Prolegnas DPR RI pada Januari 2016.

Karena terus menjadi perdebatan, naskah ini tersendat di DPR RI periode 2014-2019. RUU tersebut kemudian diusulkan kembali kepada DPR RI periode berikutnya. Namun hingga kini juga masih belum bisa disepakati untuk segera disahkan.

Menyikapi situasi ini, Gerakan perempuan Indonesia dari berbagai elemen dan organisasi, akademisi, praktisi hukum, aktivis, Lembaga layanan, dan lain-lain terus berupaya mendesak pemerintah segera mengesahkan. "Payung hukum bagi korban kekerasan seksual untuk mendapat perlindungan dan keadilan, serta pemulihan sangat mendesak mengingat kekerasan seksual dapat terjadi dan mengancam perempuan di segala ranah," paparnya.

Komnas Perempuan juga menyeru kepada DPR RI dan Pemerintah untuk segera mengesahkan RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual yang sudah didesakkan oleh Gerakan masyarakat sipil selama 9 tahun terakhir. Sebab kondisi saat ini, menurut dia sudah mengingat Indonesia dalam kondisi darurat kekerasan seksual.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement