REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) mengungkapkan sejumlah temuan investigasi insiden LRT Jabodebek. Kepala Sub Komite Investigasi Kecelakaan Perkeretaapian Suprapto mengatakan insiden LRT Jabodebek pada 25 Oktober 2021 di kilometer 12+720 petak jalan jalur satu antara Stasiun Ciracas dan Stasiun Harjamukti tersebut melibatkan train set (TS) 29 dan train set (TS) 20 saat melakukan proses langsir untuk mengosongkan jalur dua.
"Dari SOP langsiran yang dilaksanakan di jalur utama dinyatakan batas kecepatan maksimum sesuai tanda batas kecepatan yang terpasang dijalur yakni 80 kilometer perjam," kata Suprapto dalma konferensi pers di Gedung KNKT, Senin (20/12).
Suprapto menuturkan, kecepatan tersebut tainset sesuai dnegan ketentuan sehingga teknisi atau masinis melihat kereta TS 20 yang parkir di depannya. Lalu teknisi TS 29 menurunkan kecepatan menjadi kurang lebih tiga kilometer perjam.
Dia menambahkan, saat kejadian, terdapat 12 trainset yang akan dipindahkan atau dilangsir. "Komunikasi dilakukan dengan telepon seluler," ujar Suprapto.
Suprapto mengatakan, TS 29 direncanakan berhenti langsir pada kilometer 12+800 jalur satu Stasiun Harjamukti. KNKT menemukan, TS 29 menjelang tabrakan dengan posisi sun visor kabin masinis atau penghalang matahari tertuup sebagian sehingga mengganggu pandangan masinis atau teknisi.
"Teknisi TS 29 belum sempat melakukan pengeremen dan juga tidak menekan tombol darurat," tutur Suprapto.
Suprapto menjelaskan, teknisi TS 29 melihat TS 20 diperkirakan pada jarak 425,8 meter di depannya. Sementara jarum indikaor speedometer kereta TS 29 yang menabrak TS 20 pad aangka kecepatan 50 kilometer perjam.
Suprapto menambahkan dari percobaan KNKT di kabin, apabila sun visor diturunan pada etinggian tertentu maka pengelhatan teknisi sangat terganggu. "Hanya bisa melihat objek pad ajarak delapan meter, objek atau kereta di depannya hanya terlihat bagian bawahnya saja," ungkap Suprapto.