Kebijakan push and pull transportasi
Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta, Syafrin Liputo, mengatakan, pihaknya sejauh ini telah mengimplementasikan kebijakan push and pull transportasi dalam wujud penananganan angkutan massal sejak 1936 lalu. Bahkan, menurut dia, implementasi itu dibuahkan melalui transportasi yang diwadahi JakLingko.
“Ini juga ditindaklanjuti dengan berbagai strategi dan program yang terimplementasi dalam satu program di lingkungan pemerintah Provinsi DKI Jakarta, namanya program Jaklingko,” kata Syafrin, Rabu (15/12).
Dia menyebut, dalam empat tahun terakhir, DKI memang mengalami perubahan paradigma penanganan permasalahan transportasi. Utamanya, ketika sebelumnya berorientasi pada kendaraan probadi, menjadi ke umum massal terintegerasi.
Perubahan itu, dikatakan dia, diimplementasikan melalui berbagai strategi Pemprov DKI untuk terus meningkatkan pelayanan transportasi umum massal. “Jakarta sudah memiliki KRL yang sekarang panjangnya mencapai 481 Km dan melayani wilayah Jabodetabek, kemudian ditambah BRT biar kita memiliki 250-an km panjangnya. Ada juga MRT, memang baru, sepanjang 16 Km, dan juga ada layanan LRT sepanjang lebih kurang 6 Km, yang keseluruhannya ini dalam program jaklingko,” ujar dia.
Lebih jauh, implementasi pull strategi sebelumnya dari Pemprov DKI, kata dia, adalah memberikan disinsentif bagi pengguna kendaraan pribadi.
Sementara itu, Kepala Unit Pengelola Sistem Jalan Berbayar Elektronik Dishub DKI, Zulkifli, mengatakan, pihaknya akan terus meningkatkan kesadaran umum dengan cara mengintegrasikan transportasi. Dia menegaskan, cara itu akan bermanfaat secara umum dan meningkatkan kualitas lingkungan dengan menurunkan gas efek rumah kaca.
“Dengan adanya balancing, kualitas udara kita meningkat. Secara dasar hukum kita juga sudah lengkap dari UU 22/2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan hingga perda dan ingub 66/2019 tentang pengendalian kualitas udara,” ucapnya.