REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia termasuk negara yang cepat dalam merespons penyebaran omicron. Menteri Kesehatan (Menkes), Budi Gunadi Sadikin, menjelaskan alasan pemberlakuan masa karantina dari luar negeri selama 10 hari untuk menghambat virus corona varian omicron.
Budi mengatakan, Indonesia tidak bisa menghindari penyebaran covid omicron. Namun, ia menambahkan, upaya memperketat perbatasan diharapkan bisa memperlambat laju penyebaran omicron.
"Jadi kalau bapak/ibu banyak saudaranya kesel kenapa jadi 10 hari karantina, memang sengaja," kata Budi dalam rapat kerja dengan Komisi IX DPR, Selasa (14/12).
"Kami melindungi 270 juta rakyat kita yang sudah bagus kondisi pandeminya dengan menghambat perjalanan dari luar negeri baik kita yang ke luar negeri dan itu berisiko besar dan kembalinya akan menularkan terhadap 270 juta rakyat kita yang sekarang relatif baik dan juga apalagi WNA yang datang ke kita, itu strategi menghadapi omicron," kata dia.
Juru Bicara Pemerintah Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito mengatakan, karantina 10 hari berlaku untuk pelaku perjalanan internasional dari negara atau wilayah yang tidak terdeteksi kasus lokal omicron. Pelaku perjalanan ini juga wajib menyertakan tes PCR 3x24 jam sebelum kedatangan, melakukan tes PCR di hari kedatangan, serta tes PCR pada hari kedua dan ke-9.
“Kebijakan karantina adalah kunci pencegahan importasi kasus yang harus dipatuhi bersama oleh seluruh lapisan masyarakat dengan penuh kedisiplinan,” kata dia saat konferensi pers, Selasa.
Sementara, ia menambahkan, Indonesia melarang pelaku perjalanan internasional yang berasal atau memiliki riwayat perjalanan dari negara atau wilayah yang telah terdeteksi kasus lokal Omicron untuk masuk Indonesia. WNI yang memasuki kriteria tersebut diperbolehkan masuk dengan syarat wajib PCR 3x24 jam sebelum kedatangan, PCR di hari kedatangan, dan wajib karantina 14 hari dengan tes PCR pada hari kedua dan ke-13.
“Di samping memaksimalkan upaya testing dan karantina, daftar negara-negara yang masuk dalam kriteria ini akan ditinjau secara berkala sesuai dengan dinamika kasus di Indonesia dan di dunia,” jelas Wiku.
Baca Juga:
- Omicron Melonjak, Menlu Minta WNI tak ke Luar Negeri
- Omicron Sumbang 40 Persen Kasus Covid-19 di London
- WHO: Omicron Timbulkan Peningkatan Risiko Global
Wiku mengatakan, kebijakan perjalanan internasional merupakan salah satu langkah antisipasi masuknya varian omicron ke Indonesia. Menurut Wiku, kebijakan perjalanan internasional ini dirancang dengan melibatkan berbagai pakar dan kementerian atau lembaga untuk keamanan masyarakat.
“Selain kebijakan karantina, Indonesia juga menerapkan kebijakan entry dan exit testing yaitu tes pada saat kedatangan dan setelah karantina yang merupakan strategi pencegahan berlapis,” ujar Wiku.
Saat ini, kasus Covid-19 di Indonesia masih dalam kondisi yang cenderung terkendali. Sementara sejumlah negara di dunia lainnya sedang menghadapi ancaman varian omicron.
Satgas membandingkan kebijakan karantina antara Indonesia dengan tiga negara dengan kasus omicron tertinggi, yakni Inggris, Denmark, dan Afrika Selatan. Ketiga negara tersebut telah menerapkan kebijakan karantina dan pembatasan pelaku perjalanan internasional.
Inggris menghadapi varian omicron saat kasusnya sedang mengalami kenaikan. Data menunjukan, Inggris mengalami kenaikan kasus sebesar 51,5 persen dalam satu bulan terakhir.
Pemerintah Inggris menerapkan kebijakan perjalanan internasional serta mewajibkan karantina mandiri. “Pelaku perjalanan yang berasal dari negara red list dilarang masuk, yang bukan warga negara dan tidak memiliki izin tinggal dilarang masuk ke Inggris. Warga negara Inggris yang berasal dari negara red list wajib karantina terpusat di hotel selama 10 hari dengan PCR wajib pada hari pertama dan ke-8,” jelasnya.
Namun, kata Wiku, kebijakan karantina yang ditetapkan Inggris tak mampu menahan masuknya varian baru. Saat ini, tercatat terdapat lebih dari tiga ribu kasus yang terkonfirmasi disebabkan oleh varian omicron.
Denmark juga menghadapi ancaman varian omicron. Kasus di Denmark sedang mengalami lonjakan sebesar hampir dua ribu persen dalam 2,5 bulan. Pemerintah Denmark menerapkan kebijakan perjalanan internasional serta menerapkan karantina mandiri bagi pelaku perjalanan yang berasal dari negara dengan varian omicron dan risiko Covid-19 yang tinggi.
“Sayangnya, kebijakan yang ditetapkan Denmark juga belum mampu mencegah masuknya varian Omicron. Tercatat 2.471 kasus positif Covid-19 yang diidentifikasi disebabkan oleh varian Omicron,” kata dia.
Afrika Selatan saat ini juga sedang mengalami lonjakan kasus ketika varian omicron ditemukan. Kasus Covid-9 di Afrika Selatan pun tercatat naik 7.000 persen dalam waktu satu bulan setelah sebelumnya sempat mencapai level yang sangat rendah.
Afrika Selatan juga menerapkan kebijakan pelaku perjalanan internasional yang berlaku sama bagi semua negara serta menerapkan kebijakan karantina selama 10 hari. Saat ini, kata Wiku, kasus konfirmasi varian Omicron di Afrika Selatan telah mencapai 779 kasus.
“Jika dibandingkan dengan negara-negara tersebut, Indonesia sedang dalam berada kondisi kasus yang cenderung terkendali pada saat adanya ancaman varian Omicron,” jelas Wiku.