REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Abdul Halim Iskandar menilai, penggunaan dana desa 2022 untuk Bantuan Langsung Tunai (BLT) Desa sudah tepat. Tujuannya untuk mengurangi dampak pandemi Covid-19 dan penanganan kemiskinan di desa.
"Kita harus berterima kasih kepada Presiden karena Undang-Undang Nomor 2 tahun 2020 mampu menjadi payung hukum berbagai langkah taktis dalam penanganan dampak pandemi Covid-19 di Tanah Air. Salah satu implementasinya di 2022 untuk Dana Desa difokuskan untuk Bantuan Langsung Tunai sebagai jaring pengaman sosial," ujar Mendes PDTT dalam keterangan tertulis, Ahad (12/12).
Dia menyampaikan, Peraturan Presiden (Pepres) 104/2021 tentang Rincian APBN tahun anggaran 2022 salah satunya mengatur fokus penggunaan dana desa. Menurutnya, Perpres ini harus dimaknai hadir dalam masa darurat, di mana warga desa terdampak pandemi Covid-19 membutuhkan jaring pengaman sosial salah satunya dalam bentuk BLT Desa.
"Jika nanti tahun 2023 Covid-19 usai, maka akan kembali pada Undang-undang lama," katanya saat meluncurkan Pengembangan Kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM) Masyarakat Desa, Daerah Tertinggal dan Transmigrasi melalui program Merdeka Belajar Kampus Merdeka dan program Sarjana Nagari di Auditorium Universitas Andalas, Sabtu (11/12).
Gus Halim, demikian ia biasa disapa mengatakan, selama pandemi Covid-19 penggunaan APBN diatur dalam skema darurat, sehingga refocusing anggaran tidak bisa dihindari. Di Kemendes PDTT misalnya, refocusing anggaran terjadi lebih dari lima kali. Dua kali di tahun anggaran 2020 dan empat kali di tahun anggaran 2021.
"Jadi refocusing anggaran di masa pandemi ini sesuatu yang biasa agar anggaran yang ada benar-benar teralokasikan sesuai kebutuhan di lapangan," katanya.
Pemerintah pusat, menurut Gus Halim, memberikan patokan penggunaan dana desa, yakni 40 persen untuk BLT. "Itu artinya kita diajak untuk fokus pada penyelesaian kemiskinan di desa yang mengalami peningkatan karena Covid-19," tuturnya.