Jumat 10 Dec 2021 23:20 WIB

Polisi tak akan Bawa Isu Omicron di Bekasi ke Ranah Penyelidikan

Polda Metro mengatakan kabar Omicron di Bekasi sudah diklarifikasi

Rep: Dessy Suciati Saputri, Dian Fath Risalah, Antara/ Red: Bayu Hermawan
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Endra Zulpan
Foto:

Sebelumnya, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi mengungkapkan, dari hasil pemeriksaan Whole Genome Sequencing (WGS) yang terus dilakukan pemerintah secara intensif, varian baru Covid-19 Omicron belum terdeteksi di Indonesia. 

"Informasi ini sekaligus mengklarifikasi sejumlah pemberitaan yang mengatakan adanya pasien yang terpapar varian baru omicron," kata Nadia dalam keterangannya, Rabu (8/12).

Ia pun mengingatkan masyarakat untuk tetap waspada dan tak lengah dalam menjalankan protokol kesehatan yang ketat. Hingga kini, pemerintah terus mengantisipasi munculnya varian omicron, termasuk mengawasi kasus Omicron di dalam negeri meski tak ada riwayat perjalanan ke luar negeri.

Saat ini, sekitar 45 negara di dunia melaporkan adanya varian Omicron. Artinya, penyebarannya cukup cepat sejak dilaporkan kemunculannya pada 24 November tahun ini. Sejak 26 November 2021 varian Omicron masuk dalam Variant of Concern (VoC). Ia mengingatkan, kelompok lansia berpotensi paling terkena dampak terhadap varian Omicron seperti yang terjadi di Jerman.

Sementara Juru Bicara Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Dedy Permadi mengatakan, data dari survei yang dilakukan Katadata Insight dan Kementerian Kominfo menunjukkan setidaknya 30 hingga 60 persen masyarakat di Indonesia terpapar hoaks saat mengakses dan berkomunikasi di dunia maya. Hal ini harus menjadi perhatian bersama, apalagi mengingat hingga saat ini hoaks terkait Covid-19 masih terus beredar sehingga menuntut kewaspadaan agar masyarakat tidak terjebak dalam informasi yang keliru.

Dedy menjelaskan beberapa hasil suvei terkait masih besarnya pengaruh hoaks terhadap masyarakat. Salah satunya, Riset Center for International Governance Innovation pada tahun 2019 yang dilakukan terhadap 25.000 responden di 25 negara menunjukkan bahwa sebanyak 86 persen warga online percaya mereka telah terpapar berita bohong atau hoaks saat menjelajah di internet.

Kemudian, survei dari Statista yang diadakan di tahun 2020 menunjukkan bahwa 60 persen masyarakat berusia 16 hingga 24 tahun di Inggris menggunakan media sosial untuk mendapatkan informasi tentang Covid-19. Namun sebanyak 59 persen dari mereka terpapar informasi tidak benar terkait Covid-19.

Di Indonesia sendiri, ujar Dedy, berdasarkan survei Katadata Insight dan Kementerian Kominfo pada tahun 2020, diketahui bahwa setidaknya 30 persen sampai hampir 60 persen masyarakat terpapar hoaks saat mengakses dan berkomunikasi melalui dunia maya, sementara hanya 21 persen sampai 36 persen saja yang mampu mengenali hoaks.

"Melalui survei tersebut juga ditemukan bahwa 11,2 persen responden menyatakan pernah menyebarkan kabar bohong atau hoaks dan 68,4 persen di antaranya mengatakan hanya ingin mendistribusikan informasi, meski belum memverifikasi kebenarannya," papar Dedy.

Ia menegaskan tentunya hal ini harus terus menjadi perhatian bersama. Terlebih, mengingat angka penemuan hoaks terkait Covid-19 menurut hasil patroli siber Kementerian Kominfo sejak 2020 sampai Kamis (9/12) masih menunjukan penemuan berbagai macam hoaks dan disinformasi.

Untuk isu hoaks Covid-19, kata Dedy, telah ditemukan 2020 isu pada 5228 unggahan media sosial, dengan persebaran terbanyak pada Facebook sejumlah 4527 unggahan. Pemutusan akses telah dilakukan terhadap 5079 unggahan dan 149 lainnya sedang ditindaklanjuti.

Kemudian, untuk isu hoaks vaksinasi Covid-19, ditemukan sebanyak 408 isu pada 2489 unggahan media sosial, dengan persebaran terbanyak juga pada platform Facebook sejumlah 2297 unggahan. Dedy menjelaskan, pemutusan akses telah dilakukan terhadap seluruh unggahan tersebut.

Sedangkan terkait isu hoaks PPKM, ditemukan sebanyak 49 isu pada 1250 unggahan media sosial, dengan persebaran terbanyak juga pada Facebook sejumlah 1232 unggahan. Pemutusan akses dilakukan terhadap 1090 unggahan dan 160 lainnya tengah ditindaklanjuti.

"Pada minggu ini, jika dilihat dari setiap topik hoaks terkait Covid-19, masih ada pertambahan isu dan angka sebaran yang melebihi angka dari minggu yang lalu," ujarnya.

Namun secara keseluruhan, pada pekan ini total pertambahan hoaks tentang Covid-19, vaksinasi Covid-19, dan PPKM adalah sebanyak 17 isu di 74 unggahan media sosial. Angka ini sedikit lebih kecil dibandingkan minggu sebelumnya, di mana terdapat total pertambahan 18 isu di 88 unggahan media sosial.

Dengan ditemukannya varian baru yang perlu mendapatkan perhatian seperti Omicron, Dedy menekankan pentingnya mewaspadai kabar bohong yang beredar terutama terkait virus tersebut. Karena itu selain mengingatkan masyarakat untuk selalu berhati-hati, taat protokol kesehatan, mengikuti kebijakan yang berlaku, dan menggencarkan vaksinasi untuk menekan risiko persebaran Covid-19, Dedy mengimbau untuk menghentikan persebaran hoaks.

"Mari semakin cerdas dalam memilah informasi agar angka persebaran COVID-19 terus menurun, menuju aktivitas yang lebih aman dan produktif," ajaknya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement