Jumat 10 Dec 2021 15:20 WIB

Revitalisasi Jembatan Bambu di Surabaya Diminta Segera Dimulai

Kondisi jembatan bambu di kawasan wisata mangrove Wonorejo, Surabaya saat ini rusak.

Kondisi jembatan bambu di kawasan Ekowisata Mangrove Wonorejo, Surabaya, Jawa Timur, Sabtu (27/3/2021). Jembatan bambu yang dibangun pada tahun 2018 dengan panjang sekitar 600 meter dan tinggi sekitar 12 meter itu kondisinya rusak dan sudah tidak bisa dipergunakan lagi.
Foto: Antara/Didik Suhartono
Kondisi jembatan bambu di kawasan Ekowisata Mangrove Wonorejo, Surabaya, Jawa Timur, Sabtu (27/3/2021). Jembatan bambu yang dibangun pada tahun 2018 dengan panjang sekitar 600 meter dan tinggi sekitar 12 meter itu kondisinya rusak dan sudah tidak bisa dipergunakan lagi.

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Revitalisasi jembatan bambu di kawasan wisata mangrove Wonorejo, Kota Surabaya, Jawa Timur, yang saat ini ini kondisinya rusak diharapkan bisa dimulai pada 2022.

Anggota Komisi B Bidang Perekonomian DPRD Surabaya Alfian Limardi mengatakan pada 2022, ada anggaran untuk pembangunan, rehabilitasi, dan pemeliharaan taman hutan raya sebesar Rp 18 miliar.

Baca Juga

"Kami berharap itu dapat digunakan secara optimal memperbaiki fasilitas wisata," kata Alfian.

Apalagi, lanjut dia, tahun depan memasuki masa pemulihan ekonomi, sehingga wisata mangrove ini diharapkan menjadi salah satu daya tarik yang dapat menggerakkan ekonomi.

"Kolaborasi pendanaan dengan swasta melalui CSR juga perlu dipertimbangkan supaya kawasan mangrove semakin baik," katanya.

Meski demikian, lanjut dia, pihaknya menyayangkan jembatan bambu dengan panjang 600 meter dan tinggi 12 meter serta menelan biaya Rp 1,2 miliar itu rusak.

Semestinya, kata dia, dengan anggaran tersebut, Pemkot Surabaya sudah melakukan kajian kelayakan, mulai dari perkiraan usia jembatan hingga biaya perawatan setiap tahunnya. Baru satu tahun dibangun, sekarang sudah rusak.

"Ke depannya, pembangunan perlu dievaluasi secara serius," kata Alfian.

Ia menambahkan kawasan wisata mangrove yang berada di kawasan pesisir akan selalu tergenang air sehingga diperlukan konstruksi dan material khusus untuk jembatan tersebut.

Estetika memang penting, tapi yang mesti diprioritaskan adalah kualitas, keamanan, dan kemampuan menekan biaya perawatan setiap tahun. "Tidak apa mengeluarkan anggaran sedikit besar di awal, yang penting jembatannya awet, aman, dan perawatannya lebih murah," kata dia.

"Coba kita belajar konsep kawasan wisata mangrove di kota lain yang menggunakan kayu ulin untuk membangun jembatan. Kayu ulin memang cocok di lahan basah. Tidak dipungkiri memang pembangunan di lahan basah lebih mahal dibanding lahan kering," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement