REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Fraksi Nasdem DPR, Hillary Brigitta Lasut berkirim surat kepada Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Dudung Abdurachman. Surat tertanggal 3 Desember 2021, dengan kop resmi DPR tersebut perihal pembatalan permohonan anggota TNI AD sebagai ajudan pribadi.
"Berkaitan dengan surat permohonan kami sebelumnya dengan Nomor Surat 121/S.E/DPR-RI/HBL/XI-2012 perihal Permohonan Penugasan Anggota TNI AD Sebagai Ajudan Pribadi, bersama dengan surat ini kami menarik kembali surat permohonan tersebut dan sekaligus menyatakan pembatasan atas permohonan anggota TNI AD sebagai ajudan pribadi," kata anggota Komisi I DPR tersebut di Jakarta, Senin (6/12).
Surat pembatalan pengajuan ajudan TNI AD itu diunggah di akun Twitter, @tni_ad. Surat yang dikirim Hillary bernomor 125/S.E/DPR-RI/HBL/XII-2021, sempat mengundang kontroversi. Hal itu lantaran ia meminta ajudan dari TNI.
Hillary menjelaskan, mengenai pemberitaan yang ramai di media massa dan media sosial terkait permohonan tersebut, ia meminta maaf kepada TNI AD. "Semoga hal tersebut tidak menjadi hal yang dapat mengganggu kerja sama yang baik selama ini antara TNI AD dan Komisi I DPR RI, khususnya dengan kelompok Fraksi Partai Nasdem," ucap anggota DPR termuda yang terpilih di Pemilihan Legislatif (Pileg) 2019 tersebut.
Sebelumnya, beredar surat telegram yang diteken Asisten Personel (Aspers) KSAD, Mayjen Wawan Ruswandi tertanggal 25 November 2021 yang ditujukan kepada Panglima Kostrad dan Danjen Kopassus, dengan tembusan KSAD, Wakil KSAD, Inspektur Jenderal AD, Aspers Panglima TNI, dan Asisten Intelijen KSAD.
Dalam surat terebut, Wawan meminta agar mengirim personel dengan pangkat Sersan Satu (Sertu) berusia 24-27 tahun dan belum menikah untuk dijadikan sebagai ajudan Hillary. "Daftar nama personel dikirim kepada KSAD up (untuk perhatian) Aspers paling lambat tanggal 1 Desember 2021 pukul 14.00 IB, KMA sebagai pendahuluan dikirim melalui fax nomor 021-3801077 atau melalui email [email protected]," demikian surat Wawan tersebut.
Adapun permintaan resmi Hillary untuk mendapat ajudan dari TNI AD dibuat melalui surat tertanggal 3 November 2021 tentang Permohonan Penugasan Anggota TNI AD Sebagai Ajudan Pribadi Anggota DPR/MPR. KSAD saat itu masih dijabat Jenderal Andika Perkasa. Adapun Andika dilantik oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjadi Panglima TNI di Istana Negara pada Rabu (17/11).
Sebelumnya, Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Formappi), Lucius Karus, menyebut, permintaan ajudan TNI AD yang dilakukan Hillary tergolong berlebihan. Lucius menjelaskan, tidak ada aturannya yang mengatur masing-masing anggota DPR bisa sesuka hati meminta fasilitas protokoler kepada lembaga negara lain.
"Fasilitas untuk keperluan pribadi harus atas persetujuan bersama di DPR dan berlaku untuk semua anggota. Anggota DPR sudah punya aturan terkait protokoler dan itu tidak termasuk fasilitas pengawalan sebagaimana pada pimpinan DPR," kata Lucius, Jumat (3/12).
Dia curiga, permintaan fasilitas oleh anggota Komisi I DPR kepada TNI AD, lantaran memiliki kedekatan dengan pejabat TNI sebagai mitra kerja mereka. Sementara kepolisian bermitra dengan Komisi III DPR, sehingga tak punya kemitraan dengan Komisi I.
"Maka bisa saja ada konflik kepentingan, memanfaatkan relasi kekuasaan antara DPR dan TNI untuk mendapatkan fasilitas. Ini jelas melanggar prinsip profesionalitas sebagaimana diatur dalam kode etik DPR sendiri," ucap Lucius.
Hillary Brigitta Lasut Batalkan Surat Permohonan Penugasan Anggota TNI AD Sebagai Ajudan Pribadi#TNIADMengabdiDanMembangunBersamaRakyat pic.twitter.com/pkL6xD57Lc
— TNI AD (@tni_ad) December 6, 2021