REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPP PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto pandangan geopolitik Soekarno yang mewarnai perjalanan bangsa Indonesia, mengambil jalan berbeda dengan pandangan geopolitik Amerika Serikat (AS) dan Eropa, serta Blok Komunisme-Leninisme.
"Saya menyampaikan ini sesuai pesan Ibu Megawati Soekarnoputri, saat pelantikan Dewan Perwakilan Luar Negeri Partai atau DPLN PDI Perjuangan, harus diceritakan pandangan geopolitik Soekarno," kata Hasto Kristiyanto pada pelantikan DPLN PDIP, yang dilanjutkan pendidikan kader pratama, dalam keterangan persnya, Sabtu (4/12).
Hasto memulai dengan menceritakan sejarah PDIP yang dimulai dengan pembentukan Partai Nasionalis Indonesia (PNI) pada 4 Juli 1927. Tanggal 4 Juli dipilih untuk mengambil semangat perjuangan AS melepaskan diri dari kolonialisme Inggris. Soekarno menyatakan bahwa PNI adalah wadah pengorganisasian rakyat untuk melepaskan diri dari penjajahan.
Pada tahun 1956, Bung Karno ke AS dan bertemu Presiden Eisenhower dan menyampaikan mengenai makna dibalik pendirian PNI pada 4 Juli. Dalam kunjungan itu, Bung Karno juga menyebut AS sebagai negara ide, perpaduan revolusioner antara Jefferson, Lincoln, dan Thomas Alfa Edison.
Tapi disitu juga Soekarno menyampaikan prinsip soal pandangan geopolitik Indonesia berbasis pembangunan persaudaraan dunia, memejuangkan prinsip ko-eksistensi damai, dan hal tsb berbeda dengan pandangan geopolitik Barat, AS dan Eropa
Kalau AS dan Eropa mengutamakan sea power atau harus menguasai lautan. Kalau Jerman dengan pandangan harus menjamin survivalnya dengan harus menguasai ruang hidup (lebensraum) yang akhirnya memicu perang dunia kedua.