Senin 29 Nov 2021 15:15 WIB

Pemerintah Pastikan Perbaiki UU Cipta Kerja

UU Cipta Kerja tetap akan berlaku sampai dua tahun ke depan setelah putusan MK.

Ketua Majelis Hakim Konstitusi (MK) Anwar Usman (tengah) didampingi Hakim Konstitusi Aswanto (kiri) dan Saldi Isra (kanan) memimpin sidang putusan gugatan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang diajukan kelompok buruh di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (25/11/2021). Mahkamah Konstitusi memutuskan menolak gugatan tersebut, namun demikian UU Cipta Kerja harus diperbaiki hingga dua tahun ke depan.
Foto:

Koordinator tim kuasa hukum pemohon uji formil UU Cipta Kerja Viktor Santoso Tandiasa menilai keputusan MK kurang tegas. "Jadi sepertinya MK memberikan kesempatan bagi pembentuk undang-undang untuk memperbaiki, tapi juga memberi kesempatan untuk kalau tidak perbaiki tidak apa. Kenapa? Karena publik jelas-jelas sudah menolak undang-undang ini," ujar Viktor dalam sebuah webinar yang dikutip Senin (29/11).

Di samping itu, ia tak bisa menjamin apakan pemerintah dan DPR membuka seluas-luasnya partisipasi publik dalam perbaikan UU Cipta Kerja. Viktor tak ingin, yang terjadi adalah perbaikan omnibus law itu kembali diuji formil. "Jangan sampai uji formil ini terjadi seperti itu, sudah diuji formil, dibentuk lagi tidak sesuai dengan pakem, kemudian diuji formil lagi oleh teman-teman yang tidak setuju," ujar Viktor.

Ia mempertanyakan, jika dalam waktu dua tahun pemerintah dan DPR tak selesai memperbaiki UU Cipta Kerja maka regulasi manakah yang akan berlaku. Hal inilah yang justru membuat putusan MK dinilainya tidak konsisten dalam memandang regulasi sapu jagat tersebut. "Ini yang saya katakan, jika dalam dua tahun tidak diselesaikan maka pasal, undang-undang materi muatan yang sudah diubah atau dicabut akan berlaku kembali," ujar Viktor.

"Artinya mengantisipasi terjadinya kekosongan hukum, sehingga kalau pemerintah tidak mau melanjutkan, ya artinya akan kembali pada kondisi awal. Kasarnya tidak terjadi apa-apa," sambungnya.

Dalam forum yang sama, mantan ketua MK Hamdan Zoelva menilai tepat putusan dari lembaga yang pernah dipimpinnya. Jika dibatalkan, hal tersebut justru akan menimbulkan ketidakpastian hukum yang baru. "Kalau dinyatakan serta merta tidak berlaku, memang dampaknya sangat luas dan banyak sekali perdebatan dan menimbulkan ketidakpastian hukum yang baru," ujar Hamdan.

Jika UU Cipta Kerja dibatalkan dan tak memiliki kekuatan hukum yang mengikat, undang-undang mana yang akan digunakan oleh pemerintah dalam mengeluarkan kebijakannya. Termasuk dalam pemberlakuan aturan pelaksanaanya.

"Lalu bagaimana implementasinya di lapangan itu, bagaimana statusnya, kemudian UU yang mana yang akan berlaku. Kalau memberlakukan undang-undang yang lama, apakah ikutan PP yang lama yang berlaku, jadi ini akan menimbulkan kekacauan baru," ujar Hamdan.

Ia melihat ada tiga alasan mengapa omnibus law tersebut diputuskan inkonstitusional bersyarat. Pertama adalah metode omnibus law yang digunakan untuk membentuk UU Cipta Kerja. Padahal, mekanisme tersebut tak diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (PPP).

"Ini menjadi persoalan dalam pandangan MK, karena ada 78 undang-undang dengan jenis yang sangat berbeda-beda, yang banyak sekali aspek yang diatur dimasukkan dalam satu UU," ujar Hamdan.

Jika pemerintah ingin menggunakan metode omnibus law, seharusnya terlebih dahulu merevisi UU PPP. Mengingat ada 78 undang-undang yang dimasukkan dalam satu regulasi sapu jagat tersebut.

"Ini saya kira pesan penting pertama. Jadi tidak bisa lagi omibus law ini dilakukan secara sangat luas yang kalau kita lihat dalam pertimbangan-pertimbangan itu menimbulkan banyak sekali persoalan," ujar Hamdan.

Alasan kedua adalah perubahan penulisan di beberapa substansi UU Cipta Kerja, pasca persetujuan bersama antara DPR dan presiden. Menurutnya, hal tersebut sangatlah fatal dalam pembentukan perundang-undangan.

Lazim jika MK memutus UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat, mengingat pembahasannya mencakup 78 undang-undang dengan waktu yang sangat cepat. Sehingga kesalahan ketik masih terjadi usai pengesahannya.

"Tidak gampang, tapi pembahasannya dilakukan secara cepat. Sehingga pasti banyak sekali hole dan kesalahannya yang tidak disadari, karena ketidaktelitian, karena mau cepat tadi, maka MK menyort secara khusus itu," ujar Hamdan.

Terakhir, UU Cipta Kerja dinilai bertentangan dengan asas pembentukan perundang-undangan. Terutama pada asas keterbukaan dan partisipasi publik selama pembahasannya. "Jadi karena banyak begitu banyak, pembahasan begitu cepat, dan partisipasi publik yang kurang, yang minim, sehingga dengan tiga alasan secara kumulatif itulah UU ini dinyatakan cacat prosedur," ujar Ketua MK periode 2013-2015 itu.

photo
Fakta Angka UU Cipta Kerja - (Infografis Republika.co.id)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement