Ahad 28 Nov 2021 20:26 WIB

Ada Omicron, Epidemiolog: 7 Hari Karantina Wajib Dilakukan

Epidemiolog sarankan pemerintah mewajibkan karantina 7 hari antisipasi Omicron

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Christiyaningsih
Epidemiolog sarankan pemerintah mewajibkan karantina 7 hari antisipasi Omicron. Ilustrasi.
Foto: www.freepik.com.
Epidemiolog sarankan pemerintah mewajibkan karantina 7 hari antisipasi Omicron. Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Afrika Selatan mendeteksi kemunculan varian baru virus corona B1.1.529 atau yang disebut Omicron. Epidemiolog dari Centre for Environmental and Population Health Griffith University Australia Dicky Budiman mengusulkan masa karantina selama tujuh hari yang harus dijalankan bagi pelaku perjalanan internasional.

"Tujuh hari karantina menjadi sangat mandatory atau wajib karena swab test PCR Covid-19 nya bukan hanya saat kedatangan atau sebelum keberangkatan, tetapi juga di hari kelima dan keenam di masa karantina,” kata Dicky saat dikonfirmasi Republika, Ahad (28/11).

Baca Juga

Menurutnya, varian B.1.1.529 ini memiliki potensi besar melebihi varian Delta sehingga kewaspadaan sangat penting. "3T 5M Cakupan vaksinasi lebih dari 80 persen yang merata sangat urgent saat ini," tegasnya.

Dicky terus menekankan, berdasarkan hukum biologi yang berlaku, varian baru Omicron terjadi akibat lemahnya surveilans genomik. Oleh karenanya, Indonesia harus mempersiapkan diri jika terjadi lonjakan seperti penguatan sistem pelayanan kesehatan dan pendeteksian varian yang cepat melalui metode whole genome sequencing.

Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi mengatakan langkah cepat langsung diambil pemerintah terkait varian baru virus corona Omicron. Pemerintah Indonesia terus memonitor perkembangannya dan masih mencegahnya masuk seperti memperketat perjalanan internasional

"Ditjen Imigrasi telah melarang visa kunjungan serta visa tinggal terbatas dan menolak permintaan masuk sementara orang asing yang pernah tinggal dan/atau mengunjungi wilayah Afrika Selatan, Botswana, Namibia, Zimbabwe, Lesotho, Mozambik, Eswatini, dan Nigeria dalam kurun waktu 14 (empat belas) hari sebelum masuk wilayah Indonesia," kata Nadia kepada Republika, Ahad (28/11).

Pada Sabtu (27/11), Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (Dirjen P2P) Kemenkes Maxi Rein Rondonuwu menegaskan pihaknya selalu siaga terhadap virus jenis apapun. "Sejak awal Kemenkes selalu siap mengantisipasi masuknya varian baru apapun jenisnya," tegasnya.

Maxi mengatakan Kemenkes selalu berkoordinasi dengan semua otoritas termasuk di perbatasan. Kemenkes dan instansi terkait selalu menjalankan prosedur tetap sesuai dengan surat edaran satgas.

"Kami selalu koordinasi di semua pintu masuk baik bandara, pelabuhan, dan batas lintas darat negara dengan pihak-pihak terkait kantor kesehatan pelabuhan Kemenkes dengan Kemenhub, Imigrasi serta Satgas BNPB melakukan prosedur tetap sesuai edaran satgas dan Kemenhub setiap orang yang masuk melalui pintu-pintu kedatangan luar negeri," ujarnya.

Selain itu, Kemenkes juga terus melakukan secara ketat surveilans genomik setiap kasus yang terdeteksi PCR positif bagi pelaku perjalanan dari luar negeri.

Dalam keterangannya, Ketua Satuan Tugas Covid-19 PB Ikatan Dokter Indonesia Zubairi Djoerban menekankan langkah mitigasi mutlak dilakukan untuk menghindari pengulangan Delta. Terlebih varian Omicron ini seperti “fitur terbaik” dari Alpha, Beta, Gamma, dan Delta.

"Kita jangan jemawa hadapi Omicron. Ingat penilaian media barat? Penanganan Indonesia terburuk dan baru normal 10 tahun lagi. Itu kata Bloomberg. Lalu, kita bangkit dan membuktikan. Saat ini? Kita cukup baik dan negara asal media ini pun jauh dari baik. Maka itu, jangan jemawa," tegas Zubairi dalam keterangannya, Ahad (28/11).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement