Jumat 26 Nov 2021 18:46 WIB

Buntut Putusan MK, Buruh Ultimatum Anies

Buruh meminta Anies mencabut atau merevisi SK UMP 2022.

Rep: Febryan A/ Red: Ilham Tirta
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia Said Iqbal
Foto: ROL/Havid Al Vizki
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia Said Iqbal

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) mengultimatum Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan untuk mencabut atau merevisi surat keputusan (SK) tentang Upah Minimum Provinsi (UMP) 2022. Jika tuntutan itu tak dilakukan dalam waktu 3 x 24 jam, maka ribuan buruh akan mendemo Anies di Balai Kota DKI.

Presiden KSPI, Said Iqbal menjelaskan, Gubernur Anies harus mencabut SK UMP 2022 karena Mahkamah Konstitusi (MK) sudah memutuskan bahwa Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Omnibus Law) inkonstitusional bersyarat. Adapun penetapan UMP 2022 mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 tahun 2021 tentang pengupahan yang merupakan aturan turunan dari UU Ciptaker.

Baca Juga

"KSPI meminta Gubernur DKI untuk mencabut atau merevisi SK Gubernur tentang UMP DKI tahun 2022. Kami minta kenaikan UMP menjadi 5 persen," kata Said dalam konferensi pers daring, Jumat (26/11). UMP DKI 2022 diketahui hanya naik Rp 37.749 atau 0,85 persen.

"KSPI memberikan target ultimatum 3x24 jam kepada Gubernur DKI untuk mencabut atau merevisi SK tentang UMP DKI, lalu naikkan 5 persen," kata Said. "Apabila tidak, maka 5-10 ribu buruh akan aksi di Balai Kota DKI terhadap Gubernur DKI".

Sebelumnya, Kamis (26/11), MK memutuskan UU Ciptaker inkonstitusional bersyarat. Hakim MK menyebut, proses pembentukan UU sapu jagat itu cacat formil alias tak sesuai UUD 1945.

MK memberi tenggat waktu 2 tahun untuk memperbaiki UU tersebut. Apabila tidak diperbaiki, maka UU itu inkonstitusional permanen.

Dalam putusan nomor 4, hakim MK menyatakan UU Ciptaker tetap berlaku sampai dengan dilakukan perbaikan pembentukan sesuai dengan tenggang waktu. Sedangkan dalam putusan nomor 7, hakim MK menangguhkan segala tindakan/kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas, serta tidak dibenarkan pula menerbitkan peraturan pelaksana baru yang berkaitan dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement