Jumat 26 Nov 2021 14:52 WIB

Ringkasan Putusan: UU Cipta Kerja Inkonstitusional Bersyarat

MK memerintahkan perbaikan UU dalam kurun waktu dua tahun dari putusan ini diucapkan.

Ketua Majelis Hakim Konstitusi (MK) Anwar Usman (tengah) didampingi Hakim Konstitusi Aswanto (kiri) dan Saldi Isra (kanan) memimpin sidang putusan gugatan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang diajukan kelompok buruh di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (25/11/2021). Mahkamah Konstitusi memutuskan menolak gugatan tersebut, namun demikian UU Cipta Kerja harus diperbaiki hingga dua tahun ke depan.
Foto:

Dalam putusannya Majelis Hukum MK menyatakan, UU Cipta Kerja masih tetap berlaku sampai dengan dilakukan perbaikan pembentukan sesuai tenggang waktu yang telah ditentukan dalam putusan tersebut. Namun, jika dalam jangka waktu dua tahun tidak dilakukan perbaikan, maka UU Cipta Kerja tersebut menjadi inkonstitusional secara permanen.

"Memerintahkan kepada pembentuk undang-undang untuk melakukan perbaikan dalam jangka waktu paling lama dua tahun sejak putusan ini diucapkan dan apabila dalam tenggang waktu tersebut tidak dilakukan perbaikan maka Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja menjadi inkonstitusional secara permanen," ujar Ketua MK Anwar Usman.

Selain itu, MK juga melarang pemerintah mengeluarkan kebijakan yang bersifat strategis terkait Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. "Menyatakan untuk menangguhkan segala tindakan/kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas, serta tidak dibenarkan pula menerbitkan peraturan pelaksana baru yang berkaitan dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja," jelas Anwar.

In Picture: Aksi Buruh Tolak UU Ciptaker di Depan Gedung Sate

photo
Sejumlah buruh dari berbagai serikat buruh berunjuk rasa di depan Gedung Sate, Jalan Diponegoro, Kota Bandung, Kamis (25/11). Dalam unjuk rasa tersebut, mereka mendesak pemerintah untuk mencabut UU Cipta Kerja yang dinilai merugikan buruh dan menolak Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan serta menolak penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) Jawa Barat tahun 2022. Foto: Republika/Abdan Syakura - (REPUBLIKA/ABDAN SYAKURA)

 

 

Dalam putusan ini terdapat empat hakim MK yang menyatakan pendapat berbeda atau dissenting opinion. Mereka adalah Anwar Usman, Arief Hidayat, Manahan M P Sitompul, dan Daniel Yusmic P Foekh.

Alasan keempat hakim konstitusi itu menyatakan dissenting opinion karena menilai pembentukan UU Cipta Kerja dengan metode omnibus law merupakan suatu terobosan hukum yang boleh dilakukan. Mereka menilai, dalam UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan pun tidak secara eksplisit mengatur, membolehkan, atau melarang metode omnibus law.

"Dengan begitu, meskipun tidak didahului perubahan terhadap Undang-Undang tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, namun pada dasarnya hukum dalam menggunakan metode omnibus law adalah boleh dan tidak dilarang," demikian bunyi poin dissenting opinion.

Adapun, sidang putusan ini merupakan hasil uji formil dan materiil dari gugatan yang diajukan oleh enam pemohon perkara. Pemohon I, karyawan swasta/mantan buruh PKWT bernama Hakiimi Irawan Bangkid Pamungkas. Pemohon II, mahasiswa bernama Ali Sujito. Pemohon III, Muhtar Said yang berprofesi sebagai dosen.

Pemohon IV, Migrant CARE yang diwakili oleh Wahyu Susilo selaku Ketua, dan Anis Hidayah selaku Sekretaris. Pemohon V, Badan Koordinasi Kerapatan Adat Nagari Sumatera Barat yang diwakili Yuzirwan Rasyid Datuak PGP Gajah Tongga selaku Ketua Umum, dan Yulizal Yunus Datuak Rajo Bagindo selaku Sekretaris Umum. Pemohon VI, Mahkamah Adat Alam Minangkabau yang diwakili oleh Irwansyah Datuak Katumanggungan selaku Ketua (Imam).

photo
infografis aturan tenaga kerja dalam UU cipta kerja - (republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement