Rabu 17 Nov 2021 23:21 WIB

Hunian Hotel di Lombok Naik 100 Persen

Pemesanan tiket, paket wisata, termasuk hotel di Lombok jelang WSBK sudah penuh.

Tingkat hunian hotel di Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB) rata-rata meningkat, bahkan ada yang sampai 100 persen (ilustrasi).
Foto: Antara/Ahmad Subaidi
Tingkat hunian hotel di Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB) rata-rata meningkat, bahkan ada yang sampai 100 persen (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM — Tingkat hunian hotel di Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB) rata-rata meningkat, bahkan ada yang sampai 100 persen. Hal ini terjadi menjelang perhelatan World Superbike (WSBK) di Sirkuit Mandalika di Kabupaten Lombok Tengah pada 19-21 November 2021.

Ketua PHRI NTB Ni Ketut Wolini, mengtakan, untuk okupansi hotel di sejumlah wilayah di Lombok sampai dengan November sudah penuh. "Rata-rata okupansi hotel kami karena ada WSBK ini meningkat," ujarnya di Mataram, Rabu (17/11).

Baca Juga

Dia merincikan, berdasarkan data PHRI NTB untuk Kota Mataram okupansinya mencapai 95 persen, Lombok Barat 95 persen, sedangkan Lombok Tengah sudah mencapai 100 persen. "Kalau untuk Lombok Timur ini okupansinya 40 persen. Justru yang masih rendah ini Lombok Utara cuma 5 persen, bahkan tiga Gili (Trawangan, Air dan Meno) cuman satu digit," katanya.

"Tetapi khusus Lombok Tengah sebagai lokasi Sirkuit Mandalika peningkatannya luar biasa. Bahkan, kami kekurangan kamar karena memang hotel-hotel belum terlalu banyak tersedia," ujar Wolini.

Dia menyebut, keberadaan Sirkuit Mandalika telah menjadi magnet tersendiri bagi para wisatawan untuk berkunjung ke Lombok. Terlebih sirkuit dengan nama resmi Pertamina Mandalika International Street Circuit menjadi lokasi berlangsungnya ajang WSBK dan MotoGP. "Ini baru WSBK saja sudah begini, apalagi nanti kalau MotoGP, kita enggak tahu sudah kayak apa Lombok ini. Pasti tumpah ruah wisatawan yang datang," ucapnya.

Oleh karena itu, sebagai pelaku industri pariwisata, Wolini berharap tren seperti ini harus terus dipertahankan. Tidak hanya pelaku pariwisata, masyarakat juga harus bahu-membahu, saling mendukung, menjaga dan berkolaborasi bagaimana ajang WSBK tersebut bisa berjalan lancar dan sukses.

"Kalaupun ada masih kekurangan sana sini ya harap dimaklumi. Jangan sedikit-sedikit dibesarkan. Namanya juga ada sesuatu yang baru pasti ada kekurangannya. Enggak bisa langsung sempurna, makanya ada kekurangan itulah yang kemudian menjadi bahan evaluasi kita kedepan baik itu pelaku wisata, pemerintah dan masyarakat, sehingga saat MotoGP sudah tidak ada masalah," katanya.

Ketua Asosiasi Perjalanan Wisata Indonesia (Asita) NTB, Dewantoro Umbu Joka, mengakui pemesanan tiket, paket-paket wisata, termasuk hotel di Lombok jelang WSBK sudah penuh. Hal ini tidak terlepas dari keberadaan Sirkuit Mandalika yang akan menggelar WSBK, sehingga permintaan untuk berwisata ke Lombok meningkat. Buktinya pemesanan kamar hotel yang dipesan melalui sejumlah aplikasi baik yang ada di kawasan wisata Senggigi, Lombok Barat, Lombok Tengah maupun Kota Mataram.

Meski permintaan ke Lombok menjelang WSBK tinggi, namun pihaknya mengakui ketersediaan kamar hotel di Lombok belum bisa menampung jumlah wisatawan yang akan hadir menonton WSBK. "Saat ini yang jadi masalah itu, kami masih kekurangan kamar hotel dan transportasi. Contoh pas kita menjadi tuan rumah beberapa kegiatan nasional beberapa tahun lalu selalu yang jadi soal itu kamar hotel dan kendaraan yang masih belum mencukupi," katanya.

Tren kenaikan okupansi hotel juga terjadi di Yogyakarta. Perhimpunan Hotel dan Restoran Indenesia DIY menyatakan tingkat okupansi hotel berbintang dan non bintang di DIY terus menunjukkan tren kenaikan seiring dengan pemberlakuan PPKM level dua yang sudah berjalan sekitar satu bulan.

"Ada kenaikan okupansi. Memang mulai menggeliat, namun kondisi belum sepenuhnya pulih," kata Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) DIY, Deddy Pranawa Eryana di Yogyakarta.

Menurut dia, okupansi hotel bintang tiga hingga lima di DIY pada akhir pekan bisa mencapai 60-90 persen, sedangkan untuk hotel non bintang hingga bintang dua berkisar antara 30 persen sampai 60 persen. Sedangkan saat //weekdays//, okupansi hotel bintang tiga hingga lima bisa mencapai 40-60 persen karena banyaknya kegiatan Meeting, Incentive, Conference andExhibition (MICE) yang digelar di DIY.

"Untuk hotel non bintang juga tetap mendapat tamu dengan okupansi sekitar 20-30 persen," katanya.

Namun demikian, Deddy menyebut jika okupansi tersebut bukan didasarkan pada total kamar yang tersedia karena kamar yang diizinkan untuk dioperasionalkan masih dibatasi maksimal 70 persen dari total kamar yang ada. Dengan menggeliatnya kembali bisnis jasa akomodasi pariwisata, sejumlah pelaku usaha perhotelan juga sudah ada yang memanggil karyawan mereka yang sempat dirumahkan untuk bekerja kembali.

"Tetapi belum 100 persen karena pelaku usaha hotel masih melakukan efisiensi. Kami tetap harus bisa menekan biaya khususnya biaya operasional yang cukup tinggi," katanya.

Langkah efisiensi tersebut, menurut Deddy, masih perlu dilakukan karena usaha perhotelan merasakan dampak yang cukup hebat sejak pandemi terjadi sekitar dua tahun lalu. "Jadi selama satu hingga dua tahun ini banyak teman-teman pelaku usaha yang mencoba bertahan dan karena kondisi belum sepenuhnya pulih, maka kami pun tetap melakukan efisiensi," ujarnya.

Wali Kota Yogyakarta, Haryadi Suyuti, mengatakan akan berupaya mengoptimalkan pendapatan daerah dari sektor pajak termasuk dari hotel dan restoran menjelang akhir tahun. "Kegiatan perekonomian sudah kembali berangsur pulih. Hotel-hotel juga sudah menerima tamu dan menyelenggarakan berbagai event. Ada kenaikan okupansi sehingga ada kewajiban pajak yang harus dibayarkan," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement